1.
Pertambangan
A.
Permasalahan Lingkungan Dalam Pembangunan Pertambangan Energy
Pengembangan dan pemanfaatan energi perlu secara
bijaksana baik untuk ekspor maupun untuk penggunaan dalam negeri serta
kemampuanpenyediaan energi secara strategis dalam jangka panjang. Sebagai salah
satu contoh seperti minyak bumi yang merupakan sumber utama pemakaian energi
yang penggunaannya terus meningkat, sedang jumlah persediaannya terbatas.
Karena itu perlu adanya pengembangan sumber energi lainnya seperti batu bara,
tenaga air, tenaga angin, tenaga panas bumi, tenaga matahari, tenaga nuklir,
dan sebagainya.
Pencemaran lingkungan sebagai akibat pengelolaan
pertambangan umumnya disebabkan oleh faktor kimia, fisik, dan biologis.
Pencemaran ini biasanya mengakibatkan lingkungan di luar pertambangan tersebut.
Sebagai contoh misalnya pencemaran lingkungan oleh CO sangat dipengaruhi oleh
kerenggangan udara, pencemaran oleh tekanan panas tergantung kepada keadaan
suhu, kelembaban dan aliran udara setempat.
Suatu pertambangan yang lokasinya jauh dari masyarakat
atau daerah industri bila dilihat dari sudut pencemaran lingkungan lebih
menguntungkan daripada bila berada dekat dengan pemukiman masyarakat umum atau
daerah industri. Selain itu jenis suatu tambang juga menentukan jenis dan
bahaya yang bisa timbul pada lingkungan. Akibat pencemaran pertambangan batu bara
akan berbeda dengan pertambangan mangan atau pertambangan gas dan minyak bumi.
Keracunan mangan karena menghirup debu mangan akan menimbulkan gejala sukar
tidur, nyeri dan kejang-kejang otot, ada gerakan-gerakan tubuh di luar
kesadaran, kadang-kadang ada gangguan bicara dan impotensi.
Melihat ruang lingkup pembangunan pertambangan yang
sangat luas, yaitu mulai dari pemetaan, eksplorasi eksplotasi sumber energi dan
mineral serta penelitian deposit bahan galian, pengolahan hasil tambang dan
mungkin sampai penggunaan bahan yang bisa mengakibatkan gangguan pada
lingkungan, maka perlu adanya perhatian dan pengandalian terhadap bahaya
pencemaran lingkungan dan perubahan keseimbangan ekosistem, agar sektor yang
sangat vital untuk pembangunan ini dapat dipertahankan kelestariannya.
Dalam pertambangan dan pengolahan minyak bumi misalnya
mulai dari eksplorasi, produksi, pemurnian, pengolahan, pengangkutannya serta
kemudian penjualannya tidak lepas dari berbagai bahaya seperti bahaya
kebakaran, pengotoran lingkungan oleh bahan-bahan minyak yang berakibat
kerusakan flora dan fauna, pencemaran akibat penggunaan berbagai bahan kimia
dan keluarnya gas-gas/uap-uap ke udara pada proses pemurnian dan pengolahan,
pencemaran udara oleh pembakaran gasolin dan sebagainya.
B. Cara
Pengolahan Pembangunan Pertambangan
Perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup adalah
upaya sistematis dan terpadu yang dilakukan untuk melestarikan fungsi
lingkungan hidup dan mencegah terjadinya pencemaran atau kerusakan lingkungan
hidup yang meliputi perencanaan, pemanfaatan, pengendalian, pemeliharaan,
pengawasan, dan penegakan hukum.
Usaha pertambangan, sebagai motor penggerak
pembangunan dalam sector ekonomi , merupakan dua sisi yang sangat dilematis
dalam kerangka pembangunan di Indonesia. Sesuatu yang disadari termasuk salah
kegiatan yang banyak menimbulkan kerusakan dan pencemaran lingkungan hidup,
Keadaan demikian akan menimbulkan benturan kepentingan usaha pertambangan
disatu pihak dan dan usaha menjaga kelestarian alam lingkungan dilain pihak ,
untuk itu keberadaan UU No.32 Tahun 2009, ada menjadi instrument pencegahan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terhadap usaha dan/atau kegiatan
yang berdampak penting terhadap lingkungan berupa:
1. KHLS
(Kajian Lingkungan hidup Strategis)
2. Tata
ruang
3. Baku mutu
lingkungan
4. Kreteria
baku kerusakan lingkungan
5,
Amdal
6. UKL-UPL
7. Perizinan
8. Instrumen
ekonomi lingkungan hidup
9. Peraturan
perundang-undangan berbasis lingkungan hidup
10. Anggaran
berbasis lingkungan hidup
11. Analisis
resiko lingkungan hidup
12. Audit
lingkungan hidup
13.
Instrument lain sesuai dengan kebutuhan dan/atau perkembangan ilmu pengetahuan.
Eksplorasi
Kegiatan eksplorasi tidak termasuk kedalam kajian
studi AMDAL karena merupakan rangkaian kegiatan survey dan studi pendahuluan
yang dilakukan sebelum berbagai kajian kelayakan dilakukan. Yang termasuk
sebagai kegiatan ini adalah :
- pengamatan
melalui udara
- survey
geofisika
- studi
sedimen di aliran sungai dan
- studi
geokimia yang lain,
Diperkirakan lebih dari 2/3 kegiatan ekstaksi bahan
mineral didunia dilakukan dengan pertambangan terbuka. Teknik tambang terbuka
biasanya dilakukan dengan open-pit mining, strip mining, dan quarrying,
1. Metode
Strip Mining (tambang bidang).
Dengan menggunakan alat pengeruk, penggalian dilakukan
pada suatu bidang galian yang sempit untuk mengambil mineral. Setelah mineral
diambil, dibuat bidang galian baru di dekat lokasi galian yang lama. Batuan
limbah yang dihasilkan digunakan untuk menutup lubang yang dihasilkan oleh
galian sebelumnya. Teknik tambang seperti ini biasanya digunakan untuk menggali
deposit batubara yang tipis dan datar yang terletak didekat permukaan tanah.
2. Teknik
Pertambangan Quarrying
Bertujuan untuk mengambil batuan ornamen, bahan
bangunan seperti pasir, kerikil, batu untuk urugan jalan, semen, beton dan
batuan urugan jalan makadam.
Tambang bawah tanah digunakan jika zona mineralisasi
terletak jauh di dalam tanah sehingga jika digunakan teknik pertambangan
terbuka jumlah batuan penutup yang harus dipindahkan sangat besar.
Produktifitas tambang tertutup 5 sampai 50 kali lebih rendah dibanding tambang
terbuka, karena ukuran alat yang digunakan lebih kecil dan akses ke dalam
lubang tambang lebih terbatas.
Kegiatan ekstraksi meng-hasilkan limbah dan produk
samping dalam jumlah yang sangat banyak. Limbah utama yang dihasilkan adalah
batuan penutup dan limbah batuan. Batuan penutup (overburden) dan limbah batuan
adalah lapisan batuan yang tidak mengandung mineral, yang menutupi atau berada
diantara zona mineralisasi atau batuan yang mengandung mineral dengan kadar
rendah sehingga tidak ekonomis untuk diolah.
Batuan penutup umumnya terdiri dari tanah permukaan
dan vegetasi sedangkan batuan limbah meliputi batuan yang dipindahkan pada saat
pembuatan terowongan, pembukaan dan eksploitasi singkapan bijih serta batuan
yang berada bersamaan dengan singkapan bijih.
- Pengolahan Bijih dan Operasional
Pabrik
Pengolahan bijih pada umumnya terdiri dari proses
benefication – dimana bijih yang ditambang diproses menjadi konsentrat bijih
untuk diolah lebih lanjut atau dijual langsung, Proses benefication terdiri
dari kegiatan persiapan, penghancuran dan atau penggilingan, peningkatan
konsentrasi dengan gravitasi atau pemisahan secara magnetis atau dengan
menggunakan metode flotasi (pengapungan), yang diikuti dengan pengawaairan
(dewatering) dan penyaringan.
- Pengolahan Metalurgi
Bertujuan untuk mengisolasi logam dari konsentrat
bijih dengan metode pyrometallurgi, hidrometalurgi atau elektrometalurgi baik
dilaku-kan sebagai proses tunggal maupun kombinasi. Proses pyrometalurgi
seperti roasting (pembakaran) dan smelting menyebabkan terjadinya gas buang ke
atmosfir.
Metode hidrometalurgi pada umumnya menghasilkan bahan
pencemar dalam bentuk cair yang akan terbuang ke kolam penampung tailing jika
tidak digunakan kembali (recycle). Angin dapat menyebarkan tailing kering yang
menyebabkan terja-dinya pencemaran udara. Bahan-bahan kimia yang digunakan di
dalam proses pengolahan (seperti sianida, merkuri, dan asam kuat) bersifat
berbahaya.
- Proses pengolahan batu bara
pada umumnya diawali oleh pemisahan limbah dan batuan
secara mekanis diikuti dengan pencucian batu bara untuk menghasilkan batubara
berkualitas lebih tinggi. Dampak potensial akibat proses ini adalah pembuangan
batuan limbah dan batubara tak terpakai, timbulnya debu dan pembuangan air
pencuci.
Isu-isu
penting yang perlu dipertimbangkan dalam evaluasi alternatif pembuangan tailing
meliputi:
1.
Karakteristik geokimia area yang akan digunakan sebagai tempat penimbunan
tailing dan potensi migrasi lindian dari tailing.
2. Daerah
rawan gempa atau bencana alam lainnya yang mempengaruhi keamanan lokasi dan
desain teknis .
3. Konflik
penggunaan lahan terhadap perlindungan ekologi peninggalan budaya, pertanian
serta kepentingan lain seperti perlindungan terhadap ternak, binatang liar dan
penduduk local.
4.
Karakteristik kimia pasir, lumpur, genangan air dan kebutuhan untuk
pengolahannya.
Reklamasi
setelah pasca tambang.
- Decomisioning Dan Penutupan Tambang
Setelah ditambang selama masa tertentu cadangan bijih
tambang akan menurun dan tambang harus ditutup karena tidak ekonomis lagi.
Karena tidak mempertimbangkan aspek lingkungan, banyak lokasi tambang yang
ditelantarkan dan tidak ada usaha untuk rehabilitasi. Pada prinsipnya kawasan
atau sumberdaya alam yang dipengaruhi oleh kegiatan pertambangan harus
dikembalikan ke kondisi yang aman dan produktif melalui rehabilitasi.
Tujuan jangka pendek rehabilitasi adalah membentuk
bentang alam (landscape) yang stabil terhadap erosi. Selain itu rehabilitasi
juga bertujuan untuk mengembalikan lokasi tambang ke kondisi yang memungkinkan
untuk digunakan sebagai lahan produktif.
- Metode Pengelolaaan Lingkungan
Mengingat besarnya dampak yang disebabkan oleh
aktifitas tambang, diperlukan upaya-upaya pengelolaan yang terencana dan
terukur. Pengelolaan lingkungan di sektor pertambangan biasanya menganut
prinsip Best Management Practice. US EPA (1995) merekomendasikan beberapa upaya
yang dapat digunakan sebagai upaya pengendalian dampak kegiatan tambang
terhadap sumberdaya air, vegetasi dan hewan liar. Beberapa upaya pengendalian
tersebut adalah :
1.
Menggunakan struktur penahan sedimen untuk meminimalkan jumlah sedimen yang
keluar dari lokasi penambangan
2.
Mengembangkan rencana sistim pengedalian tumpahan untuk meminimalkan masuknya
bahan B3 ke badan air
3. Hindari
kegiatan konstruksi selama dalam tahap kritis
4.
Mengurangi kemungkinan terjadinya keracunan akibat sianida terhadap burung dan
hewan liar dengan menetralisasi sianida di kolam pengendapan tailing atau
dengan memasang pagar dan jaring untuk
5. Mencegah
hewan liar masuk kedalam kolam pengendapan tailing
6.
Minimalisasi penggunaan pagar atau pembatas lainnya yang menghalangi jalur
migrasi hewan liar. Jika penggunaan pagar tidak dapat dihindari gunakan
terowongan, pintu-pintu, dan jembatan penyeberangan bagi hewan liar.
7. Batasi dampak
yang disebabkan oleh frakmentasi habitat minimalisasi jumlah jalan akses dan
tutup serta rehabilitasi jalan-jalan yang tidak digunakan lagi.
8. Larangan
berburu hewan liar di kawasan tambang.
C.
Kecelakaan Di Pertambangan
- Pengertian Batubara
Batubara adalah batuan yang berasal dari tumbuhan yang
mati dan tertimbun endapan lumpur, pasir, dan lempung sselama berjuta-juta
tahun lamanya. Adanya tekanan lapisan tanah bersuhu tinggi serta terjadinya
gerak tektonik mengakibatkan terjadinya kebakaran atau oksidasi yang mengubah
zat kayu pada bangkai tumbuh-tumbuhan menjadi tumbuhan yang mudah terbakar yang
bernama batubara.
Batubara merupakan salah satu sumberdaya energi yang
banyak terdapat di dunia, selain minyak bumi dan gas alam. Batubara sudah sejak
lama digunakan, terutama untuk kegiatan produksi pada industri semen dan
pembangkit listrik. Batubara sebagai energi alternatif mempunyai nilai ekonomis
yang cukup tinggi sehingga dapat menggantikan peran bahan bakar minyak (BBM) dalam
kegiatan produksi untuk industri tersebut. Apalagi beberapa tahun terakhir ini
harga BBM terus mengalami kenaikan dan hal ini sangat dirasakan dampaknya
terutama dalam hal kebutuhanya sebagai sumber nergi bagi berbagai aktivitas
perekonomian dunia.
Batu bara adalah sisa tumbuhan dari jaman prasejarah
yang berubah bentuk yang awalnya berakumulasi dirawa dan lahan gambut.
Penimbunan lanau dan sedimen lainnya, bersama dengan pergeseran kerak
bumi (dikenal sebagai pergeseran tektonik) mengubur rawa dan gambut yang
seringkali sampai ke kedalaman yang sangat dalam. Dengan penimbunan tersebut,
material tumbuhan tersebut terkena suhu dan tekanan yang tinggi. Suhu dan
tekanan yang tinggi tersebut menyebabkan tumbuhan tersebut mengalami proses
perubahan fisika dan kimiawi dan mengubah tumbuhan tersebut menjadi gambut dan
kemudian batu bara.
Pembentukan batubara dimulai sejak Carboniferous
Period (Periode Pembentukan Karbon atau Batu Bara) dikenal sebagai zaman batu
bara pertama – yang berlangsung antara 360 juta sampai 290 juta tahun yang
lalu. Mutu dari setiap endapan batu bara ditentukan oleh suhu dan tekanan serta
lama waktu pembentukan, yang disebut sebagai ‘maturitas organik’. Proses
awalnya gambut berubah menjadi lignite (batu bara muda) atau ‘brown coal (batu
bara coklat)’ – Ini adalah batu bara dengan jenis maturitas organik rendah.
Dibandingkan dengan batu bara jenis lainnya, batu bara muda agak lembut dan
warnanya bervariasi dari hitam pekat sampai kecoklat-coklatan. Mendapat
pengaruh suhu dan tekanan yang terus menerus selama jutaan tahun, batu bara
muda mengalami perubahan yang secara bertahap menambah maturitas organiknya dan
mengubah batubara muda menjadi batu bara ‘sub-bitumen’. Perubahan kimiawi dan
fisika terus berlangsung hingga batu bara menjadi lebih keras dan warnanya lebh
hitam dan membentuk ‘bitumen’ atau ‘antrasit’. Dalam kondisi yang tepat,
penigkatan maturitas organik yang semakin tinggi terus berlangsung hingga
membentuk antrasit.
- Pengertian Kerja tambang
Pengertian adalah Setiap tempat pekerjaan yang
bertujuan atau berhubungan langsung dengan pekerjaan penyelidikan umum,
eksplorasi, study kelayakan, konstruksi, operasi produksi, pengolahan/
pemurnian dan pengangkutan bahan galian golongan a, b, c, termasuk sarana dan
fasilitas penunjang yang ada di atas atau di bawah tanah/air, baik berada dalam
satu wilayah atau tempat yang terpisah atau wilayah proyek.
- Yang dimaksud kecelakaan tambang
yaitu :
1.
Kecelakaan Benar Terjadi
2. Membuat
Cidera Pekerja Tambang atau orang yang diizinkan di tambang oleh KTT
3. Akibat
Kegiatan Pertambangan
5. Pada Jam
Kerja Tambang
- Pada
Wilayah Pertambangan
Penggolongan
Kecelakaan tambang
1. Cidera
Ringan (Kecelakaan Ringan)
Korban tidak
mampu melakukan tugas semula lebih dari 1 hari dan kurang dari 3 minggu.
2. Cidera
Berat (Kecelakaan Berat)
Korban tidak
mampu melakukan tugas semula lebih dari 3 minggu.
3.
Berdasarkan cedera korban, yaitu :
- Retak
Tengkorak kepala, tulang punggung pinggul, lengan bawah/atas, paha/kaki
- Pendarahan
di dalam atau pingsan kurang oksigen
- Luka
berat, terkoyak
- Persendian
lepas
3.
Berdasarkan penelitian heinrich:
- Perbuatan
membahayakan oleh pekerja mencapai 96% antara lain berasal dari:
a. Alat
pelindung diri (12%)
b.
Posisi kerja (30%)
c.
Perbuatan seseorang (14%)
d.
Perkakas (equipment) (20%)
e.
Alat-alat berat (8%)
f.
Tata cara kerja (11%)
g.
Ketertiban kerja (1%)
Sumberlainnya
diluar kemampuan dan kendali manusia.
Tindakan
Setelah Kecelakaan Kerja
- Manajemen
K3
1.
Pengorganisasian dan Kebijakan K3
2. Membangun
Target dan Sasaran
3.
Administrasi, Dokumentasi, Pelaporan
4. SOP
Prosedur kerja standar adalah cara melaksanakan
pekerjaan yang ditentukan, untuk memperoleh hasil yang sama secara paling aman,
rasional dan efisien, walaupun dilakukan siapapun, kapanpun, di manapun. Setiap
pekerjaan Harus memiliki SOP agar pekerjaan dapat dilakukan secara benar,
efisien dan aman
1. Rekrut
Karyawan & Kontrol Pembelian
2. Inspeksi
dan Pengujian K3
3.
Komunikasi K3
4. Pembinaan
5.
Investigasi Kecelakaan
6.
Pengelolaan Kesehatan Kerja
7. Prosedur
Gawat Darurat
8.
Pelaksanaan Gernas K3
Manajemen K3
memiliki target dan sasaran berupa tercapainya suatu kinerja K3 yang optimal
dan terwujudnya “ZERO ACCIDENT” dalam kegiatan Proses Produksi .
Pedoman
Peraturan K3 Tambang
1. Ruang
Lingkup K3 Pertambangan : Wilayah KP/KK/PKP2B/SIPD Tahap Eksplorasi/
Eksploitasi/Kontruksi & Produksi/Pengolahan/Pemurnian/Sarana Penunjang
2. UU No. 11
Tahun 1967
3. UU No. 01
Tahun 1970
4. UU No. 23
Tahun 1992
5. PP No. 19
Tahun 1970
6. Kepmen
Naker No. 245/MEN/1990
7. Kepmen
Naker No. 463/MEN/1993
8. Kepmen
Naker No. 05/MEN/1996
9.
Kepmen PE. No.2555 K/26/MPE/1994
10.
Kepmen PE No. 555 K/26/MPE/1995
11.
Kepmen Kesehatan No. 260/MEN/KES/1998
12. Kepmen
ESDM No. 1453 K/29/MEM/2000
Sistem
manajemen k3 di pertambangan
Manajemen Resiko Pertambangan adalah suatu proses
interaksi yang digunakan oleh perusahaan pertambangan untuk mengidentifikasi,
mengevaluasi, dan menanggulangi bahaya di tempat kerja guna mengurangi resiko
bahaya seperti kebakaran, ledakan, tertimbun longsoran tanah, gas beracun, suhu
yang ekstrem,dll. Jadi, manajemen resiko merupakan suatu alat yang bila
digunakan secara benar akan menghasilkan lingkungan kerja yang aman,bebas dari
ancaman bahaya di tempat kerja.
Adapun Faktor Resiko yang sering dijumpai pada
Perusahaan Pertambangan adalah sebagai berikut :
Ledakan
Ledakan dapat menimbulkan tekanan udara yang sangat
tinggi disertai dengan nyala api. Setelah itu akan diikuti dengan kepulan asap
yang berwarna hitam. Ledakan merambat pada lobang turbulensi udara akan semakin
dahsyat dan dapat menimbulkan kerusakan yang fatal
Longsor
Longsor di pertambangan biasanya berasal dari gempa
bumi, ledakan yang terjadi di dalam tambang,serta kondisi tanah yang rentan
mengalami longsor. Hal ini bisa juga disebabkan oleh tidak adanya pengaturan
pembuatan terowongan untuk tambang.
Kebakaran
Bila akumulasi gas-gas yang tertahan dalam terowongan
tambang bawah tanah mengalami suatu getaran hebat, yang diakibatkan oleh
berbagai hal, seperti gerakan roda-roda mesin, tiupan angin dari kompresor dan
sejenisnya, sehingga gas itu terangkat ke udara (beterbangan) dan kemudian
membentuk awan gas dalam kondisi batas ledak (explosive limit) dan ketika itu
ada sulutan api, maka akan terjadi ledakan yang diiringi oleh kebakaran.
Pengelolaan Risiko menempati peran penting dalam
organisasi kami karena fungsi ini mendorong budaya risiko yang disiplin dan
menciptakan transparansi dengan menyediakan dasar manajemen yang baik untuk
menetapkan profil risiko yang sesuai. Manajemen Risiko bersifat instrumental
dalam memastikan pendekatan yang bijaksana dan cerdas terhadap pengambilan
risiko yang dengan demikian akan menyeimbangkan risiko dan hasil serta
mengoptimalkan alokasi modal di seluruh korporat. Selain itu, melalui budaya
manajemen risiko proaktif dan penggunaan sarana kuantitatif dan kualitatif yang
modern, kami berupaya meminimalkan potensi terhadap kemungkinan risiko yang
tidak diharapkan dalam operasional.
Pengendalian risiko diperlukan untuk mengamankan
pekerja dari bahaya yang ada di tempat kerja sesuai dengan persyaratan kerja
Peran penilaian risiko dalam kegiatan pengelolaan diterima dengan baik di
banyak industri. Pendekatan ini ditandai dengan empat tahap proses pengelolaan
risiko manajemen risiko adalah sebagai berikut :
Identifikasi risiko adalah mengidentifikasi bahaya dan
situasi yang berpotensi menimbulkan bahaya atau kerugian (kadang-kadang disebut
‘kejadian yang tidak diinginkan’).
Analisis resiko adalah menganalisis besarnya risiko
yang mungkin timbul dari peristiwa yang tidak diinginkan.
Pengendalian risiko ialah memutuskan langkah yang
tepat untuk mengurangi atau mengendalikan risiko yang tidak dapat diterima.
Menerapkan dan memelihara kontrol tindakan adalah
menerapkan kontrol dan memastikan mereka efektif.
Manajemen resiko pertambangan dimulai dengan
melaksanakan identifikasi bahaya untuk mengetahui faktor dan potensi bahaya
yang ada yang hasilnya nanti sebagai bahan untuk dianalisa, pelaksanaan
identifikasi bahaya dimulai dengan membuat Standart Operational Procedure
(SOP). Kemudian sebagai langkah analisa dilakukanlah observasi dan inspeksi.
Setelah dianalisa,tindakan selanjutnya yang perlu dilakukan adalah evaluasi
resiko untuk menilai seberapa besar tingkat resikonya yang selanjutnya untuk
dilakukan kontrol atau pengendalian resiko. Kegiatan pengendalian resiko ini
ditandai dengan menyediakan alat deteksi, penyediaan APD, pemasangan
rambu-rambu dan penunjukan personel yang bertanggung jawab sebagai pengawas.
Setelah dilakukan pengendalian resiko untuk tindakan pengawasan adalah dengan
melakukan monitoring dan peninjauan ulang bahaya atau resiko.
Secara umum manfaat Manajemen Resiko pada perusahaan
pertambangan adalah sebagai berikut :
1.
Menimalkan kerugian yang lebih besar
2.
Meningkatkan kepercayaan pelanggan dan pemerintah kepada perusahaan
3.
Meningkatkan kepercayaan karyawan kepada perusahaan
Guna menghindari berbagai kecelakaan kerja pada
tambang bawah tanah, terutama dalam bentuk ledakan gas perlu dilakukan tindakan
pencegahan. Tindakan pencegahan ledakan ini harus dilakukan oleh segenap pihak
yang terkait dengan pekerjaan pada tambang bawah tanah tersebut. Beberapa hal
yang perlu dipelajari dalam rangka pencegahan ledakan adalah :
1.
Pengetahuan dasar-dasar terjadinya ledakan, membahas:
a. Gas-gas
yang mudah terbakar/meledak
b.
Karakteristik gas
c. Sumber
pemicu kebakaran/ledakan
d. Metoda eliminasi
penyebab ledakan, antara lain:
- Pengukuran konsentrasi gas
- Pengontrolan sistem ventilasi tambang
- Pengaliran gas (gas drainage)
- Penggunaan alat ukur gas
- Penyiraman air (sprinkling water)
- Pengontrolan sumber-sumber api penyebab kebakaran dan
ledakan
- Teknik pencegahan ledakan tambang
* Penyiraman air (water sprinkling)
* Penaburan debu batu (rock dusting)
* Pemakaian alat-alat pencegahan standar.
* Fasilitas pencegahan penyebaran kebakaran dan
ledakan, antara lain:
o Lokalisasi penambangan dengan
penebaran debu batuan
o Pengaliran air ke lokasi potensi
kebakaran atau ledakan
o Penebaran debu batuan agak lebih
tebal pada lokasi rawan
o Tindakan pencegahan kerusakan akibat
kebakaran dan ledakan:
· Pemisahan rute (jalur) ventilasi
· Evakuasi, proteksi diri,
sistemperingatandini, dan penyelamatansecara tim.
Sesungguhnya kebakaran tambang dan ledakan gas tidak
akan terjadi jika sistem ventilasi tambang batubara bawah tanah itu cukup baik.
D.
Penyehatan Lingkungan Pertambangan
Program Lingkungan Sehat bertujuan untuk mewujudkan
mutu lingkungan hidup yang lebih sehat melalui pengembangan system kesehatan
kewilayahan untuk menggerakkan pembangunan lintas sektor berwawasan kesehatan.
Adapun kegiatan
pokok untuk mencapai tujuan tersebut meliputi:
(1).
Penyediaan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Dasar
(2)
Pemeliharaan dan Pengawasan Kualitas Lingkungan
(3)
Pengendalian dampak risiko lingkungan
(4)
Pengembangan wilayah sehat.
Pencapaian tujuan penyehatan lingkungan merupakan
akumulasi berbagai pelaksanaan kegiatan dari berbagai lintas sektor, peran
swasta dan masyarakat dimana pengelolaan kesehatan lingkungan merupakan
penanganan yang paling kompleks, kegiatan tersebut sangat berkaitan antara satu
dengan yang lainnya yaitu dari hulu berbagai lintas sector ikut serta berperan
(Perindustrian, KLH, Pertanian, PU dll) baik kebijakan dan pembangunan fisik
dan Departemen Kesehatan sendiri terfokus kepada hilirnya yaitu pengelolaan
dampak kesehatan.
Sebagai gambaran pencapaian tujuan program lingkungan
sehat disajikan dalam per kegiatan pokok melalui indikator yang telah
disepakati serta beberapa kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut:
Penyediaan
Air Bersih dan Sanitasi
Adanya perubahan paradigma dalam pembangunan sektor
air minum dan penyehatan lingkungan dalam penggunaan prasarana dan sarana yang
dibangun, melalui kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan yang
ditandatangani oleh Bappenas, Departemen Kesehatan, Departemen Dalam Negeri serta
Departemen Pekerjaan Umum sangat cukup signifikan terhadap penyelenggaraan
kegiatan penyediaan air bersih dan sanitasi khususnya di daerah. Strategi
pelaksanaan yang diantaranya meliputi penerapan pendekatan tanggap kebutuhan,
peningkatan sumber daya manusia, kampanye kesadaran masyarakat, upaya
peningkatan penyehatan lingkungan, pengembangan kelembagaan dan penguatan
sistem monitoring serta evaluasi pada semua tingkatan proses pelaksanaan
menjadi acuan pola pendekatan kegiatan penyediaan Air Bersih dan Sanitasi.
Direktorat Penyehatan Lingkungan sendiri guna
pencapaian akses air bersih dan sanitasi diperkuat oleh tiga Subdit Penyehatan
Air Bersih, Pengendalian Dampak Limbah, Serta Penyehatan Sanitasi Makanan dan
Bahan Pangan juga didukung oleh kegiatan dimana Pemerintah Indonesia
bekerjasama dengan donor agency internasional, seperti ADB, KFW German, WHO,
UNICEF, dan World Bank yang diimplementasikan melalui kegiatan CWSH, WASC, Pro
Air, WHO, WSLIC-2 dengan kegiatan yang dilaksanakan adalah pembinaan dan pengendalian
sarana dan prasarana dasar pedesaan masyarakt miskin bidang kesehatan dengan
tujuan meningkatkan status kesehatan, produktifitas, dan kualitas hidup
masyarakat yang berpenghasilan rendah di pedesaan khususnya dalam pemenuhan
penyediaan air bersih dan sanitasi.
Pengalaman masa lalu yang menunjukkan prasarana dan
sarana air minum yang tidak dapat berfungsi secara optimal untuk saat ini
dikembangkan melalui pendekatan pembangunan yang melibatkan masyarakat (mulai
dari perencanaan, konstruksi, kegiatan operasional serta pemeliharaan).
Disadari bahwa dari perkembangan pelaksanaan kegiatan
yang dilakukan serta didukung oleh berbagai lintas sektor terkait (Bappenas,
Depdagri dan PU) melalui kegiatan CWSH, WASC, Pro Air, WSLIC-2 terdapat
beberapa kemajuan yang diperoleh khususnya dalam peningkatan cakupan pelayanan
air minum dan sanitasi dasar serta secara tidak langsung meningkatkan derajat
kesehatan.
Berdasarkan sumber BPS tahun 2006, pada tabel berikut:
akses rumah tangga terhadap pelayanan air minum s/d tahun 2006, terjadi
peningkatan cakupan baik di perkotaan maupun perdesaan, yaitu di atas 70%. Bila
dibandingkan dengan tahun 2005 terjadi penurunan hal ini disebabkan oleh adanya
perubahan kriteria penentuan akses air minum.
Dari segi
kualitas pelayanan Air Minum yang merupakan tupoksi dari Departemen
Kesehatan, Direktorat Penyehatan Lingkungan telah
melakukan berbagai kegiatan melalui pelatihan surveilans kualitas air bagi para
petugas Provinsi/Kabupaten/Kota/Puskesmas, bimbingan teknis program penyediaan
air bersih dan sanitasi kepada para pengelola program di jajaran provinsi dan
kabupaten/kota hal ini bertujuan untuk peningkatan kualitas pengelola program
dalam memberikan air yang aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat.
Untuk indikator kualitas air yang dilaporkan baik dari
air bersih maupun air minum yang dilihat dari aspek Bakteriologis (E.Coli dan
Total Coliform) terlihat adanya penurunan pencapaian cakupan, hal ini karena
baru 11 provinsi yang melaporkan dan terlihat masih dibawah nilai target
cakupan yang ditetapkan tahun 2006 (Target Air minum 81% dan air bersih 56,5%)
dengan keadaan ini perlu adanya penguatan dari jajaran provinsi melalui
peningkatan kapasitas (pendanaan, laboratorium yang terakreditasi, kemampuan
petugas) dan regulasi sehingga daerah dapat lebih meningkatkan kegiatan layanan
terkait kualitas air minum.
E.
Pencemaran Dan Penyakit-Penyakit Yang Timbul Akibat Pertambangan
Pencemaran dalam tambang dan sekitarnya bisa terjadi
oleh gas-gas, logam-logam atau persenyawaan-persenyawaannya dalam bijih-bijih
yang timbul dari tambang, misal tambang mangan mengandung risiko keracunan
mangan, tambang air raksa yang mengandung bahaya keracunan keracunan air raksa,
demikian pula untuk tambang-tambang lainnya.
Gas-gas yang mempunyai lingkungan
pertambangan bisa berasal dari gas-gas yang secara alam memang tealh ada pada
tambang atau oleh gas-gas yang terjadi akibat proses yang terjadi dalam tambang
seperti akibat kebakaran atau ledakan. Selain oleh gas-gas beracun CO, H2S dan
methan, juga gas-gas yang tidak beracun seperti O2 karena kadarnya di bawah
normal bisa menyebabkan kelainan pada tubuh, bahkan bila kadarnya 6-8% atau
lebih kurang lagi bisa menimbulkan asphyxia sampai mati lemas.
Penyakit-penyakit yang bisa timbul selain
penyakit cacing Ancylostomiasis yang disebabkan oleh cacing
Ancylostomaduodenale dan Nector Americanus juga penyakit Pneumokoniosis yang
disebabkan oleh debu tambang seperti anthracosis, silicosis, dan stanosis.
Pencemaran udara oleh partikel dapat
disebabkan karena peristiwa alamiah dan dapat pula disebabkan karena ulah
manusia, lewat kegiatan industri dan teknologi. Partikel yang mencemari udara
banyak macam dan jenisnya, tergantung pada macam dan jenis kegiatan industri
dan teknologi yang ada. Mengenai macam dan jenis partikel pencemar udara serta
sumber pencemarannya telah banyak.
Secara umum partikel yang mencemari udara
dapat merusak lingkungan, tanaman, hewan dan manusia. Partikel-partikel
tersebut sangat merugikan kesehatan manusia. Pada umumnya udara yang telah tercemar
oleh partikel dapat menimbulkan berbagai macam penyakit saluran pernapasan atau
pneumoconiosis.
Pada saat orang menarik nafas, udara yang
mengandung partikel akan terhirup ke dalam paru-paru. Ukuran partikel (debu)
yang masuk ke dalam paru-paru akan menentukan letak penempelan atau pengendapan
partikel tersebut. Partikel yang berukuran kurang dari 5 mikron akan tertahan
di saluran nafas bagian atas, sedangkan partikel berukuran 3 sampai 5 mikron
akan tertahan pada saluran pernapasan bagian tengah. Partikel yang berukuran
lebih kecil, 1 sampai 3 mikron, akan masuk ke dalam kantung udara paru-paru,
menempel pada alveoli. Partikel yang lebih kecil lagi, kurang dari 1 mikron,
akan ikut keluar saat nafas dihembuskan.
Pneumoconiosis adalah penyakit saluran
pernapasan yang disebabkan oleh adanya partikel (debu) yang masuk atau
mengendap di dalam paru-paru. Penyakit pnemokoniosis banyak jenisnya,
tergantung dari jenis partikel (debu) yang masuk atau terhisap ke dalam
paru-paru. Beberapa jenis penyakit pneumoconiosis yang banyak dijumpai di
daerah yang memiliki banyak kegiatan industri dan teknologi, yaitu Silikosis,
Asbestosis, Bisinosis, Antrakosis dan Beriliosis.
1. Penyakit
Silikosis
Penyakit Silikosis disebabkan oleh
pencemaran debu silika bebas, berupa SiO2, yang terhisap masuk ke dalam
paru-paru dan kemudian mengendap. Debu silika bebas ini banyak terdapat di
pabrik besi dan baja, keramik, pengecoran beton, bengkel yang mengerjakan besi
(mengikir, menggerinda, dll). Selain dari itu, debu silika juka banyak terdapat
di tempat di tempat penampang bijih besi, timah putih dan tambang batubara.
Pemakaian batubara sebagai bahan bakar juga banyak menghasilkan debu silika
bebas SiO2. Pada saat dibakar, debu silika akan keluar dan terdispersi ke udara
bersama – sama dengan partikel lainnya, seperti debu alumina, oksida besi dan
karbon dalam bentuk abu.
Debu silika yang masuk ke dalam paru-paru
akan mengalami masa inkubasi sekitar 2 sampai 4 tahun. Masa inkubasi ini akan
lebih pendek, atau gejala penyakit silicosis akan segera tampak, apabila
konsentrasi silika di udara cukup tinggi dan terhisap ke paru-paru dalam jumlah
banyak. Penyakit silicosis ditandai dengan sesak nafas yang disertai
batuk-batuk. Batuk ii seringkali tidak disertai dengan dahak. Pada silicosis
tingkah sedang, gejala sesak nafas yang disertai terlihat dan pada pemeriksaan
fototoraks kelainan paru-parunya mudah sekali diamati. Bila penyakit silicosis
sudah berat maka sesak nafas akan semakin parah dan kemudian diikuti dengan
hipertropi jantung sebelah kanan yang akan mengakibatkan kegagalan kerja
jantung.
Tempat kerja yang potensial untuk
tercemari oleh debu silika perlu mendapatkan pengawasan keselamatan dan
kesehatan kerja dan lingkungan yang ketat sebab penyakit silicosis ini belum
ada obatnya yang tepat. Tindakan preventif lebih penting dan berarti
dibandingkan dengan tindakan pengobatannya. Penyakit silicosis akan lebih buruk
kalau penderita sebelumnya juga sudah menderita penyakit TBC paru-paru,
bronchitis, astma broonchiale dan penyakit saluran pernapasan lainnya.
Pengawasan dan pemeriksaan kesehatan
secara berkala bagi pekerja akan sangat membantu pencegahan dan penanggulangan
penyakit-penyakit akibat kerja. Data kesehatan pekerja sebelum masuk kerja,
selama bekerja dan sesudah bekerja perlu dicatat untuk pemantulan riwayat
penyakit pekerja kalau sewaktu – waktu diperlukan.
2. Penyakit
Asbestosis
Penyakit Asbestosis adalah penyakit akibat
kerja yang disebabkan oleh debu atau serat asbes yang mencemari udara. Asbes
adalah campuran dari berbagai macam silikat, namun yang paling utama adalah
Magnesium silikat. Debu asbes banyak dijumpai pada pabrik dan industri yang
menggunakan asbes, pabrik pemintalan serat asbes, pabrik beratap asbes dan lain
sebagainya.
Debu asbes yang terhirup masuk ke dalam
paru-paru akan mengakibatkan gejala sesak napas dan batuk-batuk yang disertai
dengan dahak. Ujung-ujung jari penderitanya akan tampak membesar / melebar.
Apabila dilakukan pemeriksaan pada dahak maka akan tampak adanya debu asbes
dalam dahak tersebut. Pemakaian asbes untuk berbagai macam keperluan kiranya
perlu diikuti dengan kesadaran akan keselamatan dan kesehatan lingkungan agar
jangan sampai mengakibatkan asbestosis ini.
3. Penyakit
Bisinosis
Penyakit Bisinosis adalah penyakit
pneumoconiosis yang disebabkan oleh pencemaran debu napas atau serat kapas di
udara yang kemudian terhisap ke dalam paru-paru. Debu kapas atau serat kapas ini
banyak dijumpai pada pabrik pemintalan kapas, pabrik tekstil, perusahaan dan
pergudangan kapas serta pabrik atau bekerja lain yang menggunakan kapas atau
tekstil; seperti tempat pembuatan kasur, pembuatan jok kursi dan lain
sebagainya.
Masa inkubasi penyakit bisinosis cukup
lama, yaitu sekitar 5 tahun. Tanda-tanda awal penyakit bisinosis ini berupa
sesak napas, terasa berat pada dada, terutama pada hari Senin (yaitu hari awal
kerja pada setiap minggu). Secara psikis setiap hari Senin bekerja yang
menderita penyakit bisinosis merasakan beban berat pada dada serta sesak nafas.
Reaksi alergi akibat adanya kapas yang masuk ke dalam saluran pernapasan juga
merupakan gejala awal bisinosis. Pada bisinosis yang sudah lanjut atau berat,
penyakit tersebut biasanya juga diikuti dengan penyakit bronchitis kronis dan
mungkin juga disertai dengan emphysema.
4. Penyakit
Antrakosis
Penyakit Antrakosis adalah penyakit
saluran pernapasan yang disebabkan oleh debu batubara. Penyakit ini biasanya
dijumpai pada pekerja-pekerja tambang batubara atau pada pekerja-pekerja yang
banyak melibatkan penggunaan batubara, seperti pengumpa batubara pada tanur
besi, lokomotif (stoker) dan juga pada kapal laut bertenaga batubara, serta
pekerja boiler pada pusat Listrik Tenaga Uap berbahan bakar batubara.
Masa inkubasi penyakit ini antara 2 – 4
tahun. Seperti halnya penyakit silicosis dan juga penyakit-penyakit
pneumokonisosi lainnya, penyakit antrakosis juga ditandai dengan adanya rasa
sesak napas. Karena pada debu batubara terkadang juga terdapat debu silikat
maka penyakit antrakosis juga sering disertai dengan penyakit silicosis. Bila
hal ini terjadi maka penyakitnya disebut silikoantrakosis. Penyakit antrakosis
ada tiga macam, yaitu penyakit antrakosis murni, penyakit silikoantraksosis dan
penyakit tuberkolosilikoantrakosis.
Penyakit antrakosis murni disebabkan debu
batubara. Penyakit ini memerlukan waktu yang cukup lama untuk menjadi berat,
dan relatif tidak begitu berbahaya. Penyakit antrakosis menjadi berat bila
disertai dengan komplikasi atau emphysema yang memungkinkan terjadinya
kematian. Kalau terjadi emphysema maka antrakosis murni lebih berat daripada
silikoantraksosis yang relatif jarang diikuti oleh emphysema. Sebenarnya antara
antrakosis murni dan silikoantraksosi sulit dibedakan, kecuali dari sumber
penyebabnya. Sedangkan paenyakit tuberkolosilikoantrakosis lebih mudah
dibedakan dengan kedua penyakit antrakosis lainnya. Perbedaan ini mudah dilihat
dari fototorak yang menunjukkan kelainan pada paru-paru akibat adanya debu
batubara dan debu silikat, serta juga adanya baksil tuberculosis yang menyerang
paru-paru.
5. Penyakit
Beriliosis
Udara yang tercemar oleh debu logam
berilium, baik yang berupa logam murni, oksida, sulfat, maupun dalam bentuk
halogenida, dapat menyebabkan penyakit saluran pernapasan yang disebut
beriliosis. Debu logam tersebut dapat menyebabkan nasoparingtis, bronchitis dan
pneumonitis yang ditandai dengan gejala sedikit demam, batuk kering dan sesak
napas. Penyakit beriliosis dapat timbul pada pekerja-pekerja industri yang
menggunakan logam campuran berilium, tembaga, pekerja pada pabrik fluoresen,
pabrik pembuatan tabung radio dan juga pada pekerja pengolahan bahan penunjang
industri nuklir.
Selain dari itu, pekerja-pekerja yang
banyak menggunakan seng (dalam bentuk silikat) dan juga mangan, dapat juga
menyebabkan penyakit beriliosis yang tertunda atau delayed berryliosis yang disebut
juga dengan beriliosis kronis. Efek tertunda ini bisa berselang 5 tahun setelah
berhenti menghirup udara yang tercemar oleh debu logam tersebut. Jadi lima
tahun setelah pekerja tersebut tidak lagi berada di lingkungan yang mengandung
debu logam tersebut, penyakit beriliosis mungkin saja timbul. Penyakit ini
ditandai dengan gejala mudah lelah, berat badan yang menurun dan sesak napas.
Oleh karena itu pemeriksaan kesehatan secara berkala bagi pekerja-pekerja yang
terlibat dengan pekerja yang menggunakan logam tersebut perlu dilaksanakan
terus – menerus.
2. Industri
A.
Permasalahan Lingkungan Terkait Pembangunan Industri
Sebagian aktivitas manusia selalu mempengaruhi
perubahan lingkungan. Pembangunan industry merupakan salah satu aktivitas
manusia yang berperan besar bagi perubahan lingkungan. idustri sendiri adalah
pengelolaan bahan baku menjadibahan jadi atau setengan jadi. Dan dalam
pelaksanaannya mulai dari bahan baku, proses pengolahan maupun hasil akhir yang
berupa hasil produksi dan hasil buangannya (sampah) banyak di antaranya terdiri
dari bahan-bahan yang dapat mencemari lingkungan seperti bahan logam, bahan
organis, bahan korosif, bahan-bahan gas dan lain-lain bahan yang berbahaya baik
untuk pekerja maupun masyarakat di sekitar proyek.
Berikut ada
beberapa dampak positif dan negative dari pembangunan industridi berbagai
aspek:
a.
Dampak positif
1. Menambah
penghasilan penduduk.
2.
Menghasilkan aneka barang.
3.
Memperluas lapangan pekerjaan.
4.
Mengurangi ketergantungan dengan negara lain.
5.
Memperbesar kegunaan bahan mentah.
6. Bertambahnya
devisa negara. Dan di bawah ini beberapa dampak negatif dari
b.
Dampak negatif
1.
pembangunan industry.
2.
Terjadinya arus urbanisasi.
3.
Terjadinya pencemaran lingkungan.
4. Adanya
sifat konsumerisme.
5. Lahan
pertanian semakin kurang.
6. Cara hidup
masyarakat berubah.
7. Limbah
industri menyebabkan polusi tanah.
8.
Terjadinya peralihan mata pencaharian.
Dari aspek lingkungan Perubahan yang terjadi akibat
pembangunan industry kebanyakan bukan membuat lingkungan menjadi baik melainkan
memperburuk keadaan lingkungan di sekitar pembangunan industry.
Permasalahan lingkungan yang terjadi dalam pembangunan
industry biasanya karena limbah yang di hasilkan oleh perindustrian serta lahan
yang di pakai sebagai tempat perindustrian yang menyebabkan berkurangnya flora
dan fauna.
Maka dari itu perlu adanya perencanaan yang matang
pada setiap pembanguan industri agar dapat di perhitungkan sebelumya segala
pengaruh aktifitas pembangunan industri tersebut terhadap ligkungan yang lebih
luas. Selain itu perlunya perinsip yang perlu diperhatikan dalam pembangunan proyek
industri terhadap lingkungan. yaitu sebagai berikut:
1. Evaluasi
pengaruh sosial ekonomi dan ekologi baik secara umum maupun khusus.
2.
Penelitian dan pengawasan lingkungan baik untuk jangkapendek maupun jangka
panjang. Dari sini akan didapatkan informasi mengenai jenis perindustrian yang
cocok dan menguntungkan.
3. Survey
mengenai pengaruh-pengaruh yang mungkin timbul pada lingkungan.
4.
Berdasarkan petunjuk-petunjuk ekologi dibuat formulasi mengenai kriteria
analisa biaya, keuntungan proyek, rancangan bentuk proyek dan pengelolaan
proyek.
5. Bila
penduduk setempat terpaksa mendapat pengaruh negatif dari pembangunan proyek
industri ini, maka buatlah pembangunan alternatif atau dicarikan jalan untuk
kompensasi kerugian sepenuhnya.
Dalam mengambil keputusan pendirian suatu
perindustrian, selain keuntungan yang akan di peroleh harus pula secara
hati-hati di pertimbangkan kelestarian lingkungan. Dalam hal ini sebelum
pembangunan perindustrian harus dilakukan AMDAl (analisis dampak lingkungan)
yang dapat memperhitungkan dampak dari pembangunan dan jika jika tidak memenuhi
sarat dari AMDAL maka pebangunan akan dibatalkan. Selain itu limbah hasil dari
perindustrian harus mengikuti Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 19
Tahun 1994 tanggal 30 April 1994 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 26, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3551) yang kemudian direvisi dengan
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1995 tentang Perubahan
Atas Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 1994 tentang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1995 Nomor 24,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 3595). Peraturan Pemerintah Nomor
19 Tahun 1994 ini kembali diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun
1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 31) dan terakhir diperbaharui kembali
melalui Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 1999 tentang Dasar hukum dari
dikeluarkannya Peraturan Pemerintah ini antara lain adalah Undang-undang Nomor
4 Tahun 1982 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Pengelolaan Lingkungan Hidup
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1982 Nomor 18, Tambahan Lembaran
Negara Nomor 3215) sebagaimana kemudian diperbaharui dengan Undang-undang Nomor
23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 1997 Nomor 68, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
3699, mulai berlaku sejak diundangkan tanggal 19 September 1997) serta
Undang-undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara tahun
1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Nomor 3274).
Limbah
Industri
Limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu
saat dan tempat tertentu tidak dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai
nilai ekonomi. Limbah mengandung bahan pencemar yang bersifat racun dan bahaya.
Limbah ini dikenal dengan limbah B3 (bahan beracun dan berbahaya). Bahan ini dirumuskan
sebagai bahan dalam jumlah relatif sedikit tapi mempunyai potensi
mencemarkan/merusakkan lingkungan kehidupan dan sumber daya.
Bahan beracun dan berbahaya banyak dijumpai
sehari-hari, baik sebagai keperluan rumah tangga maupun industri yang tersimpan,
diproses, diperdagangkan, diangkut dan lain-lain. Insektisida, herbisida, zat
pelarut, cairan atau bubuk pembersih deterjen, amoniak, sodium nitrit, gas
dalam tabung, zat pewarna, bahan pengawet dan masih banyak lagi untuk
menyebutnya satu per satu. Bila ditinjau secara kimia bahan-bahan ini terdiri
dari bahan kimia organik dan anorganik. Terdapat lima juta jenis bahan kimia
telah dikenal dan di antaranya 60.000 jenis sudah dipergunakan dan ribuan jenis
lagi bahan kimia baru setiap tahun diperdagangkan.
Sebagai limbah, kehadirannya cukup mengkhawatirkan
terutama yang bersumber dari pabrik industri Bahan beracun dan berbahaya banyak
digunakan sebagai bahan baku industri maupun sebagai penolong. Beracun dan
berbahaya dari limbah ditunjukkan oleh sifat fisik dan kimia bahan itu sendiri,
baik dari jumlah maupun kualitasnya.
Beberapa kriteria berbahaya dan beracun telah
ditetapkan antara lain mudah terbakar, mudah meledak, korosif, oksidator dan
reduktor, iritasi bukan radioaktif, mutagenik, patogenik, mudah membusuk dan
lain-lain.
Dalam jumlah tertentu dengan kadar tertentu,
kehadirannya dapat merusakkan kesehatan bahkan mematikan manusia atau kehidupan
lainnya sehingga perlu ditetapkan batas-batas yang diperkenankan dalam
lingkungan pada waktu tertentu.
Adanya batasan kadar dan jumlah bahan beracun
danberbahaya pada suatu ruang dan waktu tertentu dikenal dengan istilah nilai
ambang batas, yang artinya dalam jumlah demikian masih dapat ditoleransi oleh
lingkungan sehingga tidak membahayakan lingkungan ataupun pemakai.Karena itu
untuk tiap jenis bahan beracun dan berbahaya telah ditetapkan nilai ambang
batasnya.
Tingkat bahaya keracunan yang disebabkan limbah
tergantung pada jenis dan karakteristiknya baik dalam jangka pendek maupun
jangka panjang. Dalam jangka waktu relatif singkat tidak memberikan pengaruh
yang berarti, tapi dalam jangka panjang cukup fatal bagi lingkungan. Oleh sebab
itu pencegahan dan penanggulangan haruslah merumuskan akibat-akibat pada suatu
jangka waktu yang cukup jauh.
Melihat pada sifat-sifat limbah, karakteristik dan
akibat yang ditimbulkan pada masa sekarang maupun pada masa yang akan datang
diperlukan langkah pencegahan, penanggulangan dan pengelolaan.
Jenis Limbah
Industri
Limbah berdasarkan nilai ekonominya dirinci menjadi
limbah yang mempunyai nilai ekonomis dan limbah nonekonomis. Limbah yang
mempunyai nilai ekonomis yaitu limbah dengan proses lanjut akan memberikan
nilai tambah. Misalnya: tetes merupakan limbah pabrik gula.
Tetes menjadi bahan baku untuk pabrik alkohol. Ampas
tebu dapat dijadikan bahan baku untuk pabrik kertas, sebab ampas tebu melalui
proses sulfinasi dapat menghasilkan bubur pulp. Banyak lagi limbah pabrik
tertentu yang dapat diolah untuk menghasilkan produk baru dan menciptakan nilai
tambah.
Limbah nonekonomis adalah limbah yang diolah dalam
proses bentuk apapun tidak akan memberikan nilai tambah, kecuali mempermudah
sistem pembuangan. Limbah jenis ini yang sering menjadi persoalan pencemaran
dan merusakkan lingkungan; Dilihat dari sumber limbah dapat merupakan hasil
sampingan dan juga dapat merupakan semacam "katalisator". Karena
sesuatu bahan membutuhkan air pada permulaan proses, sedangkan pada akhir
proses air ini harus dibuang lagi yang ternyata telah mengandung sejumlah zat
berbahaya dan beracun. Di samping itu ada pula sejumlah air terkandung dalam
bahan baku harus dikeluarkan bersama buangan lain. Ada limbah yang terkandung
dalam bahan dan harus dibuang setelah proses produksi.
Tapi ada
pula pabrik menghasilkan limbah karena penambahan bahan penolong.
Sesuai dengan sifatnya, limbah digolongkan menjadi 3
bagian, yaitu: limbah cair, limbah gas/asap dan limbah padat. Ada industri
tertentu menghasilkan limbah cair dan limbah padat yang sukar dibedakan. Ada
beberapa hal yang sering keliru mengidentifikasi limbah cair, yaitu buangan air
yang berasal dari pendinginan. Sebuah pabrik membutuhkan air untuk pendinginan
mesin, lalu memanfaatkan air sungai yang sudah tercemar disebabkan oleh sektor
lain. Karena kebutuhan air hanya untuk pendinginan dan tidak untuk lain-lain,
tidaklah tepat bila air yang sudah tercemar itu dikatakan bersumber dari pabrik
tersebut. Pabrik hanya menggunakan air yang sudah air yang sudah tercemar
pabrik harus selalu dilakukan pada berbagai tempat dengan waktu berbeda agar
sampel yang diteliti benar-benar menunjukkan keadaan sebenarnya.
Limbah gas/asap adalah limbah yang memanfaatkan udara
sebagai media. Pabrik mengeluarkan gas, asap, partikel, debu melalui udara,
dibantu angin memberikan jangkauan pencemaran yang cukup luas. Gas, asap dan
lain-lain berakumulasi/bercampur dengan udara basah mengakibatkan partikel
tambah berat dan malam hari turun bersama embun.
Limbah padat adalah limbah yang sesuai dengan sifat
benda padat merupakan sampingan hasil proses produksi. Pada beberapa industri
tertentu limbah ini sering menjadi masalah baru sebab untuk proses
pembuangannya membutuhkan satu pabrik pula. Limbah penduduk kota menjadikan
kota menghadapi problema kebersihan. Kadang-kadang bukan hanya sistem
pengolahannya menjadi persoalan tapi bermakna, dibuang setelah diolah.
Menurut sifat dan bawaan limbah mempunyai
karakteristik baik fisika, kimia maupun biologi. Limbah air memiliki ketiga
karakteristik ini, sedangkan limbah gas yang sering dinilai berdasarkan satu
karakteristik saja seperti halnya limbah padat. Berbeda dengan limbah padat
yang menjadi penilaian adalah karakteristik fisikanya, sedangkan karakteristik
kimia dan biologi mendapat penilaian dari sudut akibat. Limbah padat dilihat dari
akibat kualitatif sedangkan limbah air dan limbah gas dilihat dari sudut
kualitatif maupun kuantitatif.
B. Keracunan
Bahan Logam / Metaloid Pada Industrialisasi
Banyak sekali kecelakaan – kecelakaan yang terjadi
dalam melakukan pekerjaan di sektor perindustrian, salah satunya adalah
keracunan, dalam tulisan ini saya akan menuliskan keracunan bahan logam /
metaloid dalam proses industrialisasi.
Racun – racun logam / metaloid beserta persenyawaan –
persenyawaannya yang sering terjadi pada industrialisasi adalah berasal dari
timah hitam, air raksa, arsen, chromium, berrylium, cadmium, vanadium dan
fosfor.
Berikut ini
penjelasan dari beberapa logam yang disebutkan diatas :
1. Timah
hitam
Keracunan timah hitam (plumbisme) biasanya merupakan
suatu keadaan kronis (menahun) dan kadang gejalanya kambuh secara
periodik. Kerusakan yang terjadi bisa bersifat permanen (misalnya
gangguan kecerdasan pada anak – anak dan penyakit ginjal. (Progresif pada
dewasa).
Timah hitam
ditemukan pada :
- Pelapis keramik
- Cat
- Baterai
- Solder
- Mainan
Pemaparan
oleh timah hitam dalam jumlah relatif besar bisa terjadi melalui beberapa cara
:
1. Menelan
serpihan cat yang mengandung timah hitam
2.
Membiarkan alat logam yang mengandung timah hitam (misalnya peluru, pemberat
tirai, pemberat alat pancing atau perhiasan) tetap berada dalam lambung atau
persendian, dimana secara perlahan timah hitam akan larut
3. Meminum
minuman asam atau memakan makanan asam yang telah terkontaminasi karena
disimpan di dalam alat keramik yang di lapisi oleh timah hitam (misalnya
buah, jus buah, minuman berkola, tomat, jus tomat,
anggur, jus apel)
4. Membakar
kayu yang di cat dengan cat yang mengandung timah hitam atau baterai di dapur
atau perapian ;
5.
Mengkonsumsi obat tradisional yang mengandung senyawa timah hitam
6.
Menggunakan perabotan keramik atau kaca yang di lapisi timah hitam untuk
menyimpan atau menyajikan makanan
7. Minum
wiski atau anggur yang terkontaminasi oleh timah hitam
8. Menghirup
asap dari bensin yang mengandung timah hitam
9. Bekerja
di tempat pengolahan timah hitam tanpa menggunakan alat pelindung (seperti
respirator, ventilasi maupun penekan debu)
10. Pemaparan
timah hitam dalam jumlah yang lebih kecil, terutama melalui debu atau tanah
yang telah terkontaminasi oleh timah hitam, bisa meningkatkan kadar timah hitam
pada anak – anak, karena itu perlu diberikan pengobatan meskipun tidak
ditemukan gejala
Serangkaian gejala yang khas bisa timbul dalam waktu
beberapa minggu atau lebih, yaitu berupa perubahan kepribadian, sakit kepala,
di dalam mulut terasa logam, nafsu makan berkurang dan nyeri perut samar –
samar yang berakhir dengan muntah, sembelit serta nyeri kram perut. Pada dewasa
jarang terjadi kerusakan otak.
Pada anak – anak, gejalanya diawali dengan rewel dan
berkurangnya aktivitas bermain selama beberapa minggu. Kemudian gejala yang
serius timbul secara mendadak dan dalam waktu 1 – 5 hari menjadi semakin
memburuk, yaitu berupa :
1. muntah
menyembur yang berlangsung terus menerus
2. berjalan
goyah / limbung
3. kejang
4. linglung
5. mengantuk
6. kejang
yang tak terkendali dan koma
2. Air Raksa
Air raksa atau merkuri (Hg) merupakan suatu bahan
kimia yang diperlukan dan dipakai oleh banyak industri seperti industri cat,
pestisida, farmasi serta dipakai sebagai bahan campuran tumpatan gigi yaitu
amalgam.
Keracunan air raksa seperti halnya dengan logam berat
lainnya dapat terjadi melalui berbagai jalan antara lain melalui pernapasan,
suntikan serta makanan dan minuman yang tercemar, ini salah satu bentuk
keracunan air raksa yang dapat terjadi yaitu :
1.
Sebagai akibat air raksa cair atau uapnya
2.
Sebagai akibat kontak kulit dengan persenyawaan Hg – fulmitat
3.
Sebagai persenyawaan air raksa organis
Berhati – hatilah anda jika anda bekerja dengan
menggunakan bahan kimia yang sangat berbahaya salah satunya air raksa.
3. Arsen
Arsen, arsenik, atau arsenikum adalah unsur kimia
dalam tabel periodik yang memiliki simbol As dan nomor atom 33. Ini adalah
bahan metaloid yang terkenal beracun dan memiliki tiga bentuk alotropik :
kuning, hitam, dan abu – abu. Arsenik dan senyawa arsenik digunakan sebagai
pestisida, herbisida, insektisida, dan dalam berbagai aloy.
Berikut ini adalah beberapa gejala yang akan
ditimbulkan jika anda keracunan arsenik, yaitu sebagai berikut :
1.
Kerontokan rambut merupakan tanda keracunan kronis logam berat, termasuk arsen
2. Bau nafas
seperti bawang putih merupakan bau khas arsen
3. Gejala
gastrointestinal berupa diare akibat racun logam berat termasuk arsen
4. Muntah
akibat iritasi lambung, diantaranya pada keracunan arsen
5. Skin
speckling gambaran kulit seperti tetes hujan pada jalan berdebu, disebabkan
oleh Keracunan kronis arsen
6. Kolik
abdomen akibat keracunan kronis
7. Kelainan
kuku garis Mees (garis putih melintang pada nail bed) dan kuk yang rapuh
8.
Kelumpuhan (umum maupun parsial) akibat keracunan logam berat
4. Fosfor
Ada banyak sekali macam – macam fosfor namun yang
sangat beracun adalah fosfor jenis fosfor putih, dan fosfor ini banyak
dipergunakan sebagai bahan pembuatan racun tikus, racun serangga, pembuatan
pupuk, pembuatan mercon dan kembang api.
Akibat dari keracunan fosfor adalah sangat kompleks
bisa menimbulkan kerusakan pada hati, ginjal, tulang, saluran pencernaan,
pendarahan – pendarahan dan bila terhirup ke paru – paru bisa menimbulkan
oedema dan kerusakan paru.
C. Keracunan
Bahan Organis Pada Industrialisasi
Kemajuan industri selain membawa dampak positif
seperti meningkatnya pendapatan masyarakat dan berkurangnya pengangguran juga
mempunyai dampak negatif yang harus diperhatikan terutama menjadi ancaman
potensial terhadap lingkungan sekitarnya dan para pekerja di industri. Salah
satu industri tersebut adalah industri bahan – bahan organik yaitu metil
alkohol, etil alkohol dan diol.
Tenaga kerja sebagai sumber daya manusia adalah aset
penting dari kegiatan industri, disamping modal dan peralatan. Oleh karena itu
tenaga kerja harus dilindungi dari bahaya – bahaya lingkungan kerja yang dapat
mengancam kesehatannya.
Metil alkohol dipergunakan sebagai pelarut cat,
sirlak, dan vernis dalam sintesa bahan – bahan kimia untuk denaturalisasi
alkohol, dan bahan anti beku. Pekerja – pekerja di industri demikian mungkin
sekali menderita keracunan methanol. Keracunan tersebut mungkin terjadi oleh
karena menghirupnya, meminumnya atau karena absorbsi kulit. Keracunan
akut yang ringan ditandai dengan perasaan lelah, sakit kepala, dan penglihatan
kabur, Keracunan sedang dengan gejala sakit kepala yang berat, mabuk , dan
muntah, serta depresi susunan syaraf pusat, penglihatan mungkin buta sama
sekali baik sementara maupun selamanya. Pada keracunan yang berat terdapat pula
gangguan pernafasan yang dangkal, cyanosis, koma, menurunnya tekanan darah,
pelebaran pupil dan bahkan dapat mengalami kematian yang disebabkan kegagalan
pernafasan. Keracunan kronis biasanya terjadi oleh karena menghirup metanol ke
paru – paru secara terus menerus yang gejala – gejala utamanya adalah kabur
penglihatan yang lambat laun mengakibatkan kebutaan secara permanen.
Nilai Ambang Batas (NAB) untuk metanol di udara ruang
kerja adalah 200 ppm atau 260 mg permeterkubik udara.
Etanol atau etil alkohol digunakan sebagai pelarut,
antiseptik, bahan permulaan untuk sintesa bahan -bahan lain. Dan untuk membuat
minuman keras. Dalam pekerjaan – pekerjaan tersebut keracunan akut ataupun
kronis bisa terjadi oleh karena meminumnya, atau kadang – kadang oleh karena menghirup
udara yang mengandung bahan tersebut, Gejala – gejala pokok dari suatu
keracunan etanol adalah depresi susunan saraf sentral. Untunglah di Indonesia
minum minuman keras banyak di hindari oleh pekerja sehingga ”problem drinkers”
di industri – industri tidak ditemukan, NAB di udara ruang kerja adalah 1000
ppm atau 1900 mg permeter kubik.
Keracunan – keracunan oleh persenyawaan – persenyawaan
tergolong alkohol dengan rantai lebih panjang sangat jarang, oleh karena makin
panjang rantai makin rendah daya racunnya. Simtomatologi , pengobatan, dan
pencegahannya hampir sama seperti untuk etanol.
Seperti halnya etanol, persenyawaan –
persenyawaan yang tergolong diol mengakibatkan depresi susunan saraf
pusat dan kerusakan – kerusakan organ dalam seperti ginjal, hati dan lain –
lain. Tanda terpenting keracunan adalah anuria dan narcosis. Keracunan akut
terjadi karena meminumnya, sedangkan keracunan kronis disebabkan penghirupan
udara yang mengandung bahan tersebut. Pencegahan – pencegahan antara lain
dengan memberikan tanda – tanda jelas kepada tempat – tempat penyimpanan
bahan tersebut.
Keracunan toksikan tersebut di atas tidak akan
terjadi manakala lingkungan kerja tidak sampai melebihi Nilai Ambang
Batas dan pemenuhan standar dilakukan secara ketat.
D.
Perlindungan Masyarakat Sekitar Perusahaan Industri
Masyarakat sekitar suatu perusahaan industri harus
dilindungi dari pengaruh-pengaruh buruk yang mungkin ditimbulkan oleh
industrialisasi dari kemungkinan pengotoran udara, air, makanan, tempat sekitar
dan lain sebagainya yang mungkin dapat tercemari oleh limbah perusahaan
industri.
Semua
perusahaan industri harus memperhatikan kemungkinan adanya pencemaran
lingkungan dimana segala macam hasil buangan sebelum dibuang harus betul-betul
bebas dari bahan yang bisa meracuni.
Untuk maksud tersebut, sebelum bahan-bahan tadi keluar
dari suatu industri harus diolah dahulu melalui proses pengolahan. Cara
pengolahan ini tergantung dari bahan apa yang dikeluarkan. Bial gas atau uap
beracun bisa dengan cara pembakaran atau dengan cara pencucian melalui peroses
kimia sehingga uadara/uap yang keluar bebas dari bahan-bahan yang berbahaya.
Untuk udara atau air buangan yang mengandung partikel/bahan-bahan beracun, bisa
dengan cara pengendapan, penyaringan atau secara reaksi kimia sehingga bahan
yang keluar tersebut menjadi bebas dari bahan-bahan yang berbahaya.
Pemilihan
cara ini pada umunya didasarkan atas faktor-faktor
a.
Bahaya tidaknya bahan-bahan buangan tersebut
b.
Besarnya biaya agar secara ekonomi tidak merugikan
c.
Derajat efektifnya cara yang dipakai
d.
Kondisi lingkungan setempat
Selain oleh bahan bahan buangan, masyarakat juga harus
terlindungi dari bahaya-bahaya oleh karena produk-produknya sendiri dari suatu
industri. Dalam hal ini pihak konsumen harus terhindar dari kemungkinan
keracunan atau terkenanya penyakit dari hasil-hasil produksi. Karena itu
sebelum dikeluarkan dari perusahaan produk-produk ini perlu pengujian telebih
dahulu secara seksama dan teliti apakah tidak akan merugikan masyarakat.
Perlindungan masyarakat dari bahaya-bahaya yang
mungkin ditimbulkan oleh produk-produk industi adalah tugas wewenang Departeman
Perindustrian, PUTL, Kesehatan dan lain-lain. Dalam hal ini Lembaga Konsumen
Nasional akan sangat membantu masyarakat dari bahaya-bahaya ketidakbaikan
hasil-hasil produk khususnya bagi para konsumen umumnya bagi kepentingan
masyarakat secara luas.
E. Analisis
Dampak Lingkungan Industri
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan, yang sering
disingkat AMDAL, merupakan reaksi terhadap kerusakan lingkungan akibat
aktivitas manusia yang semakin meningkat. Reaksi ini mencapai keadaan ekstrem
sampai menimbulkan sikap yang menentang pembangunan dan penggunaan teknologi
tinggi. Dengan ini timbullah citra bahwa gerakan lingkungan adalah anti
pembangunan dan anti teknologi tinggi serta menempatkan aktivis lingkungan
sebagai lawan pelaksana dan perencana pembangunan. Karena itu banyak pula yang
mencurigai AMDAL sebagai suatu alat untuk menentang dan menghambat pembangunan.
Dengan diundangkannya undang-undang tentang lingkungan
hidup di Amerika Serikat, yaitu National Environmental Policy Act (NEPA) pada
tahun 1969. NEPA mulai berlaku pada tanggal 1 Januari 1970. Dalam NEPA pasal
102 (2) (C) menyatakan,
“Semua usulan legilasi dan aktivitas pemerintah
federal yang besar yang akan diperkirakan akan mempunyai dampak penting
terhadap lingkungan diharuskan disertai laporan Environmental Impact Assessment
(Analsis Dampak Lingkungan) tentang usulan tersebut”.
AMDAL mulai berlaku di Indonesia tahun 1986 dengan
diterbitkannya Peraturan Pemerintah No. 29 Tahun 1086. Karena pelaksanaan PP
No. 29 Tahun 1986 mengalami beberapa hambatan yang bersifat birokratis maupun
metodologis, maka sejak tanggal 23 Oktober 1993 pemerintah mencabut PP No. 29
Tahun 1986 dan menggantikannya dengan PP No. 51 Tahun 1993 tentang AMDAL dalam
rangka efektivitas dan efisiensi pelaksanaan AMDAL. Dengan diterbitkannya
Undang-undang No. 23 Tahun 1997, maka PP No. 51 Tahun 1993 perlu disesuaikan.
Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1999, pemerintah menerbitkan Peraturan
Pemerintah No. 27 Tahun 1999. Melalui PP No. 27 Tahun 1999 ini diharapkan
pengelolaan lingkungan hidup dapat lebih optimal.
Pembangunan yang tidak mengorbankan lingkungan
dan/atau merusak lingkungan hidup adalah pembangunan yang memperhatikan dampak
yang dapat diakibatkan oleh beroperasinya pembangunan tersebut. Untuk menjamin
bahwa suatu pembangunan dapat beroperasi atau layak dari segi lingkungan, perlu
dilakukan analisis atau studi kelayakan pembangunan tentang dampak dan akibat
yang akan muncul bila suatu rencana kegiatan/usaha akan dilakukan.
AMDAL adalah singkatan dari analisis mengenai dampak
lingkungan. Dalam peraturan pemerintah no. 27 tahun 1999 tentang analisis
mengenai dampak lingkungan disebutkan bahwa AMDAL merupakan kajian mengenai
dampak besar dan penting untuk pengambilan keputusan suatu usaha dan/atau
kegiatan yang direncanakan pada lingkungan hidup yang diperlukan bagi proses
pengambilan keputusan tentang penyelenggaraan usaha dan/atau kegiatan. Kriteria
mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan terhadap
lingkungan hidup antara lain:
1 jumlah
manusia yang terkena dampak
2 luas
wilayah persebaran dampak
3 intensitas
dan lamanya dampak berlangsung
4 banyaknya
komponen lingkungan lainnya yang terkena dampak
5 sifat
kumulatif dampak
6 berbalik
(reversible) atau tidak berbaliknya (irreversible) dampak
Peraturan Pemerintah No. 27 tahun 1999, pasal 1 ayat 1,
AMDAL (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) adalah kajian mengenai dampak besar
dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang direncanakan pada lingkungan
hidup yang diperlukan bagi proses pengambilan keputusan.
Sebagai dasar pelaksanaan Audit Lingkungan di
Indonesia, telah dikeluarkan Kepmen LH No. 42/MENLH/11/1994 tentang
Prinsip-Prinsip dan Pedoman Umum Audit Lingkungan. Dalam Lampiran Kepmen LH No.
41/94 tersebut didefinisikan bahwa:
Audit lingkungan adalah suatu alat pengelolaan yang
meliputi evaluasi secara sistematik terdokumentasi, periodik dan obyektif
tentang bagaimana suatu kinerja organisasi, sistem pengelolaan dan pemantauan
dengan tujuan memfasilitasi kontrol pengelolaan terhadap pelaksanaan upaya
pengendalian dampak lingkungan dan pengkajian kelayakan usaha atau kegiatan
terhadap peraturan perundang-undangan tentang pengelolaan lingkungan.
Audit Lingkungan suatu usaha atau kegiatan merupakan
perangkat pengelolaan yang dilakukan secara internal oleh suatu usaha atau
kegiatan sebagai tanggungjawab pengelolaan dan pemantauan lingkungannya. Audit
lingkungan bukan merupakan pemeriksaan resmi yang diharuskan oleh suatu
peraturan perundang-undangan, melainkan suatu usaha proaktif yang diIaksanakan
secara sadar untuk mengidentifikasi permasalahan lingkungan yang akan timbul
sehingga dapat dilakukan upaya-upaya pencegahannya.
Pembahasan
dan Analisis
Penyusunan AMDAL/UKL&UPL melalui prosedur dan
proses yang telah ditentukan dalam Peraturan Pemerintan Nomor 27 Tahun 1999
tentang AMDAL dan keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup serta
peraturan lainnya.
Heer&Hagerty (1977) mendefinisikan
AMDALsebagai penaksiran dengan mengemukakan nilai-nilai kuantitaif pada
beberapa parameter tertentu yang penting dimana hal tersebut menunjukkan
kualitas lingkungan sebelum, selama dan setelah adanya aktivitas.
Battele
Institute (1978)
mengemukakan pengertian AMDAL sebagai penaksiran atas semua
faktor lingkungan yang relevan dan pengaruh sosial yang terjadi sebagai akibat
dari aktivitas suatu proyek.
Dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1997
tentang Pengelolaan Lingkungan Pasal 1 menyatakan bahwa AMDAL adalah
kajian mengenai dampak besar dan penting suatu usaha dan/atau kegiatan yang
diakibatkan oleh suatu rencana usaha dan/atau kegiatan.
Tujuan pengelolaan lingkungan hidup adalah
terlaksananya pembangunan berwawasan lingkungan dan terkendalinya pemanfaatan
sumberdaya alam secara bijaksana. Agar tujuan tersebut dapat tercapai maka
sejak awal perencanaan sudah harus memperkirakan perubahan kondisi lingkungan,
baik yang positif maupun negatif, dengan demikian dapat dipersiapkan
langkah-langkah pengelolaannya. Cara untuk mengkaji perubahan kondisi tersebut
melalui studi AMDAL.
AMDAL bertujuan untuk mengkaji
kemungkinan-kemungkinan
perubahan
kondisi lingkungan baik biogeofisik maupun
sosial ekonomi dan budaya akibat adanya suatu kegiatan pembangunan.
Prosedur
Penyusunan AMDAL/UKL & UPL
Kajian kelayakan lingkungan diperlukan bagi
kegiatan/usaha yang akan mulai melaksanakan proyeknya, sehingga dapat diketahui
dampak yangtimbul dan bagaimana cara
pengelolaannya. Proyek di sini bukan hanya pembangunan
fisik saja tetapi mulai dari perencanaan, pembangunan fisik sampai proyek
tersebut berjalan bahkan sampai proyek tersebut berhenti masa operasinya. Jadi
lebih ditekankan pada aktivitas manusia di dalamnya.
Kajian kelayakan lingkungan adalah salah satu syarat
untuk mendapatkan perijinan yang diperlukan bagi suatu kegiatan/usaha,
seharusnya dilaksanakan bersama-sama dengan kajian kelayakan teknis dan
ekonomi. Dengan demikian ketiga kajian kelayakan tersebut dapat sama-sama
memberikan masukan untuk dapat menghasilkan keputusan yang optimal bagi
kelangsungan proyek, terutama dalam menekan dampak negatif yang biasanya
dilakukan dengan pendekatan teknis sehingga didapat biaya yang lebih murah.
Secara umum proses penyusunan kelayakan lingkungan
dimulai dengan proses penapisan untuk menentukan studi yang akan dilakukan
menurut jenis proyeknya, wajib menyusun AMDAL atau UKL & UPL. Proses
penapisan inimengacu pada Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup RI Nomor 17
tahun 2001 tentang Jenis Usaha Dan/Atau Kegiatan Yang Wajib Dilengkapi Dengan
Analisis Mengenai Dampak Lingkungan. Jika usaha atau kegiatan tersebut tidak
termasuk dalam daftar maka wajib menyusun Upaya Pengelolaan dan Pemantauan
Lingkungan (UKL & UPL).
F. Pertumbuhan
Ekonomi Dan Lingkungan Hidup
Hubungan timbal balik yang kuat antara ketiga kategori
dukungan yang disediakan oleh sumberdaya alam dan lingkungan. Bila limbah
dibuang ke lingkungan sampai batas tertentu,lingkungan masih mampu
mengasimilasikannya dan mempertahankan kualitasnya.
Apabila pembuangan limbah ke lingkungan terjadi terus
menerus dan intensif, maka lingkungan akan kehilangan kemampuan asimilasinya,
dan akan ada kelebihan limbah di lingkungan tempat kita hidup. Dengan demikian
jika lingkungan tidak mampu memenuhi fungsinya sebagai penerima limbah, maka
dapat merusak fungsinya bagi manfaat yang lain, juga dapat mengganggu
kemampuannya sebagai penyedia bahan baku dan penyedia fasilitas.
Kerusakan lingkungan dapat menghambat atau membalik
pertumbuhan ekonomi, dimana kerusakan lingkungan dapat mengerosi
potensi-potensi bagi pembangunan. Lingkungan dan pembngunan bukan tantangan
yang terpisah, keduanya saling berkaitan tanpa dapat di tawar-tawar lagi.
Yang menarik untuk diperhatikan adalah bahwa
penggunaan sumberdaya alam untuk masa yang akan datang secara langsung
berhubungan dengan imbangan antara penduduk dengan sumberdaya alam tersedia.
Apabila penduduk membutuhkan terlalu banyak barang dan jasa maka akan
meningkatkan eksploitasi sumberdaya alam yang dapat mengakibatkan memburuknya
kondisi lingkungan. Untuk itu perlu dibedakan antara sumberdaya alam dan barang
sumberdaya.
Sumberdaya alam (natural resources) adalah segala
sesuatu yang berada di bawah/atas bumi, termasuk tanah itu sendiri, yang
sifatnya masih potensial dan belum dilibatkan dalam proses produksi. Sedangkan
barang sumberdaya (resource commodity) adalah sumberdaya alam yang sudah
diambil dari bumi yang siap digunakan dan dikombinasikan dengan faktor produksi
lain sehingga dapat dihasilkan produk baru berupa barang dan jasa untuk
konsumen dan produsen.
Keterkaitan antara ekonomi dan lingkungan dapat
diringkas ke dalam tiga macam hubungan yang saling terkait yaitu terdapat
hubungan positif antara jumlah dan kualitas barang sumberdaya dengan
pertumbuhan ekonomi. Semakin tinggi pertumbuhan ekonomi, maka kebutuhan akan
sumberdaya alam akan semakin meningkat.
Terdapat hubungan negatif antara pertumbuhan ekonomi
dengan tersedianya sumberdaya alam di dalam bumi. Artinya kenaikan pertumbuhan
ekonomi akan diikuti oleh menurunnya ketersediaan sumberdaya alam di bumi.Hal
ini tidak lain karena proses eksploitasi Sumber Daya Alam akan membawa
konsekuensi berkurangnya stok.
Terdapat hubungan positif antara pembangunan ekonomi
dengan pencemaran lingkungan Fenomena ini umumnya terjadi di negara berkembang.
Peranan utama dari lingkungan sebagai pendukung
kegiatan ekonomi dapat digolongkan ke dalam tiga kategori yakni sebagai
penyedia bahan baku, penerima sisa produksi/konsumsi (limbah), dan Penyedia
fasilitas.
Implikasi dari peran tersebut adalah bahwa lingkungan
merupakan komponen penting dari sistem ekonomi. Artinya bahwa tanpa adanya
lingkungan maka sistem ekonomi tidak akan berfungsi. Ini menyiratkan bahwa
dalam sistem ekonomi, nilai lingkungan harus diperlakukan sama, seperti halnya
perlakuan terhadap nilai aset yang lain (tenaga kerja dan modal) yakni sebagai
aset ekonomi. Ini berarti pula bahwa jika ekonomi ingin diperbaiki, maka
kualitas sumberdaya alam dan lingkungan perlu dipertahankan.
Pembangunan ekonomi saling berkaitan satu sama lain
sehingga kebijaksanaan- kebijaksanaan pertanian dapat berakar pada degradasi
lahan, air, dan hutan. Juga ekonomi dan ekologi harus dipadukan dalam proses
pengambilan keputusan dan pembuatan hukum tidak hanya untuk melindungi
lingkungan, namun juga untuk melindungi dan meningkatkan pembangunan.
Dengan demikian pembangunan ekonomi yang mesti
diterapkan adalah pembangunan yang berwawasan lingkungan dalam arti tidak
menguras sumberdaya alam dan merusak lingkungan.
Peranan ekonomi baik di masa sekarang maupun yang akan
datang akan tetap diperlukan mengingat syarat kelayakan ekonomi menjadi mutlak
dalam usaha pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan.
Sebagaimana dikatakan bahwa tujuan akhir pengelolaan
sumberdaya alam adalah kesejahteraan masyarakat (social welfare) dengan tujuan
antara seperti sumber devisa, pemenuhan kebutuhan manusia, pelestarian
lingkungan, pembangunan daerah/masyarakat dan pemerataan. Untuk keperluan
tersebut informasi mengenai cadangan yang ada, kegiatan eksplorasi, produksi,
konsumsi, biaya, harga, faktor lingkungan, dan lain-lain sangat diperlukan.
Aplikasi ilmu ekonomi terhadap isu-isu lingkungan
diharapkan akan dapat meningkatkan kesadaran yang lebih mendalam terhadap
pentingnya lingkungan dalam rangka meningkatkan kesejahteraan yang diharapkan.
Ini mengandung pengertian bahwa peningkatan kualitas lingkungan juga merupakan
peningkatan ekonomi apabila kepuasan atau kesejahteraan sosial meningkat.
Sebagaimana diketahui bahwa dalam proses pembangunan
ekonomi dibutuhkan adanya penggunaan SDA.
Mengingat SDA tersebut ketersediaannya terbatas, maka
diperlukan cara pengelolaan yang bijaksana dan dapat dipertanggung jawabkan.
Untuk memenuhi tujuan tersebut maka prinsip ekonomi lingkungan sangat
diperlukan dalam rangka menuju penggunaan SDA dan lingkungan yang berkelanjutan
Oleh sebab itu masih banyak rahasia alam tidak
diketahui manusia. Namun ketidak tahuannya bukanlah alasan untuk memburu,
membunuh, atau memusnahkan binatang dan tumbuhan langka. Allah SWT menciptakan
alam tanpa sia-sia, setiap ciptaan-Nya punya fungsi, punya arti dan makna bagi
kehidupan sungguh pun kita belum menyadarinya. Karena itu sudah selayaknya kita
melestarikan ciptaan-Nya
Sebagai kesimpulan bahwa pembangunan ekonomi yang
menggunakan SDA sebagai input tidak disertai dengan upaya pencegahan terhadap
pencemaran yang ditimbulkan. Akibatnya adalah bahwa semakin tinggi akselerasi
pembangunan ekonomi berakibat semakin tingginya tingkat pencemaran yang
ditimbulkan.
Adanya pertumbuhan ekonomi akan menimbulkan dampak
positif bagi kehidupan manusia berupa tersedianya barang dan jasa dalam
perekonomian dan di sisi lain memberikan dampak negatif bagi kehidupan manusia
berupa pencemaran lingkungan dan menipisnya persediaan sumberdaya alam.
Daftar
Pustaka
https://sekaranindya.wordpress.com/2011/11/13/masalah-lingkungan-dalam-pembangunan-pertambanganenergi/
https://rikihamdanielektro.wordpress.com/2011/12/12/cara-pengelolaan-pembangunan-pertambangan-2/
https://evynurhidayah.wordpress.com/2012/06/01/kesehatan-dan-keselamatan-kerja-di-pertambangan/
https://fikrisabtana.wordpress.com/2011/12/08/penyehatan-lingkungan-pertambangan/
http://fexel.blogspot.co.id/2012/12/pencemaran-dan-penyakit-penyakit-yang.html
http://deltawenbiz.blogspot.co.id/2015/01/permasalahan-lingkungan-terkait.html
https://sitfamz.wordpress.com/2013/01/20/keracunan-bahan-logam-metaloid-pada-industrialisasi/
https://sitfamz.wordpress.com/2013/01/20/keracunan-bahan-organis-pada-industrialisasi/
https://kusdanar.wordpress.com/2010/12/15/perlindungan-masyarakat-sekitar-perusahaan-industri/
http://beruangbernad.blogspot.co.id/2013/06/makalah-analisis-dampak-lingkungan.html
http://syahkelilauw.blogspot.co.id/2011/04/makalah-ekonomi-dan-lingkungan.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar