Jumat, 26 Mei 2017

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN

MAKALAH PENDIDIKAN KEWARGANEGARAAN






Disusun Oleh :
Nama   : Awal subekhi Wahyu Purnomo
NPM   : 11414856
Kelas   : 3ib05


FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
Program Sarjana Teknik Electro
Universitas Gunadarma
2017


KATA PENGHANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini. Makalah ini di buat untuk membantu mahasiswa memahami materi Mata Kuliah Umum Pendidikan Kewarganegaraan khususnya tentang  wawasan nusantara.
Penulis menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari semua pihak sangat di perlukan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, penulis mohon maaf apabila dalam makalah ini masih banyak kesalahan.Semoga makalah ini bermanfaat bagi penulis sendiri dan bagi pembaca, serta menjadi pintu gerbang ilmu pengetahuan khususnya Mata Kuliah Umum Pendidikan Kewarganegaraan.


                                                  Bekasi,  Mei 2017


                                                                                                              Penulis


BAB 1
PENDAHULUAN
1.1    LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara keanekaragaman (pendapat, kepercayaan, hubungan, dsb) memerlukan suatu perekat agar bangsa yang bersangkutan dapat bersatu guna memelihara keutuhan negaranya. Suatu bangsa dalam menyelenggarakan kehidupannya tidak terlepas dari pengaruh lingkungannya, yang didasarkan atas hubungan timbal balik atau kait-mengait antara filosofi bangsa, ideologi, aspirasi, dan cita-cita yang dihadapkan pada kondisi sosial masyarakat, budaya dan tradisi, keadaan alam dan wilayah serta pengalaman sejarah.Upaya pemerintah dan rakyat menyelenggarakan kehidupannya, memerlukan suatu konsepsi yang berupa Wawasan Nasional yang dimaksudkan untuk menjamin kelangsungan hidup, keutuhan wilayah serta jati diri. Kata wawasan berasal dari bahasa Jawa yaitu wawas (mawas) yang artinya melihat atau memandang, jadi kata wawasan dapat diartikan cara pandang atau cara melihat. Kehidupan negara senantiasa dipengaruhi perkembangan lingkungan strategik sehingga wawasan harus mampu memberi inspirasi pada suatu bangsa dalam menghadapi berbagai hambatan dan tantangan yang ditimbulkan dalam mengejar kejayaannya.

Dalam mewujudkan aspirasi dan perjuangan ada tiga faktor penentu utama yang harus diperhatikan oleh suatu bangsa :

1. Bumi/ruang dimana bangsa itu hidup
2. Jiwa, tekad dan semangat manusia/rakyat
3. Lingkungan

1.2    RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu wawasan nasional.
2. Apa yang dimaksud teori-teori paham kekuasaan;
3. Apa yang dimaksud teori-teori geopolitik;
4. Bagaimana latar belakang pemikiran wawasan nasional Indonesia;
5. Apa itu konsepsi Wawasan Nusantara;
6. Apa  fungsi Wawasan Nusantara.

1.3 TUJUAN
1. Mengetahui pengertian wawasan nasional;
2. Menjelaskan teori-teori paham kekuasaan;
3. Menguraikan teori-teori geopolitik;
4. Memahami latar belakang pemikiran wawasan nasional Indonesia;
5. Mengetahui konsepsi Wawasan Nusantara;
6. Memahami fungsi Wawasan Nusantara.
1.4 MANFAAT
1. Pembaca mampu mengerti tentang pengertian wawasan nasional.
2. Pembaca menjadi tau apa saja teori-teori paham kekuasaan.
3. Pembaca menjadi tahu tentang teori-teori geopolitik.
4. Pembaca mampu memahami latar belakang pemikiran wawasan nasional Indonesia.
5. Pembaca menjadi mengetahui konsepsi Wawasan Nusantara.
6. Pembaca mampu memahami fungsi Wawasan Nusantara.

BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Wawasan Nasional
        Kebenaran tertinggi hanyalah yang berasal dari Causa Prima, yakni kebenaran yang berasal dari Tuhan. Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk yang sempurna dan sekaligus terbatas. Selain itu Tuhan menciptakan manusia dengan kemampuan yang berbeda-beda. Dengan perbedaan kemampuan dan lingkunganya telah membuat cara pandang yang berbeda-beda pula. Keberagaman dalam suatu Negara sangat membutuhkan perekat. Perekat itu adalah berupa wawasan nasional.
        Adapun wawasan nasional itu sendiri merupakan cara pandang suatu bangsa tentang diri dan lingkungannya dalam ekstensinya berhadapan dengan lingkungan nasional, regional serta global. Adapun unsure-unsur yang terkandung dalam wawasan nasional suatu Negara adalah terletak pada paham kekuasaan dan geopolitiknya. Paham kekuasaan dapat diterjemahkan sebagai pemikiran mengenai sejauh mana konsep operasional dapat diwujudkan dan dipertanggungjawabkan, sedangkan geopolitik adalah geografi politik suatu Negara mengenai potensi yang dimiliki oleh suatu bangsa atas dasar jati dirinya dan kemampuan ketahanan nasionalnya. Sementara untuk wawasan nasional bangsa Indonesia adalah Wawasan Nusantara.
        Pada masa sekarang dengan tingkat teknologi yang semakin berkembang bahkan bisa dibilang canggih, setiap orang yang memanfaatkan teknologi dapat dengan cepat memperluas cakrawala pengetahuan demi menambah wawasanya tentang hampir setiap hal yang ingin diketahuinya.
        Semakin hari segala yang ada, semakin menipiskan ozon, dan akan menimbulkan akibat yang akan merugikan. Jarak sepertinya tidak lagi menjadi halangan untuk berkomunikasi, dulu yang berjalan kaki atau naik pedati kini berganti dengan naik jet pribadi, dulu mendengar siaran radio kini internet, dulu sibuk mengantri di loket untuk membeli tiket kini cukup pesan di penjualan online, yang bisa di pesan lewat internet atau gadget yang kita punyai, dulu udara sejuk kini menghangat.
        Fenomena itu akan dirasakan terus sampai saat ini, setiap perkembangan yang pada dasarnya berasal dari Negara maju kini dapat dinikmati oleh generasi muda-tua bahkan anak-anak, namun hal yang perlu dicermati dalam bidang ini adalah bangsa ini tetap tertinggal dengan kemajuan dan perkembangan dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, sekalipun ada berita yang menyampaikan prestasi generasi muda terkhusus di bidang olimpiade apapun dalam tingkatan internasional tidak kalah dari Negara lainnya, namun hal ini tak kunjung pula mengejar ketertinggalan kita di bidang iptek.
        Akselerasi positif yang dinanti dari perkembangan iptek, belum menuai hasil maksimal akan kemanfaatannya, untuk bertamasya ke bulan saja ilmuan Indonesia belum sanggup, sementara Negara maju terus dinikmati, bangsa Indonesia saat ini mungkin hanya bisa mendengar dan menyaksikan lewat televise, dalam tataran praktis, mungkin menunggu diterbitkanya buku-buku pengetahuan tentang kemajuan iptek tersebut, sementara bangsa ini masih sibuk belajar membaca bahkan belum selesai, Negara lain telah pula berencana mengorbitkan buku terbarunya ke Negara-negara tertinggal atau biasa disebut dengan Negara berkembang.entah sampai kapan Negara ini terus menghitung kecepatan yang dapat ditempuh untuk mengejar ketertinggalannya, atau mungkinkah dijadikan pekerjaan rumah bagi generasi muda Indonesia saat ini.
        Akreditasi terhadap nilai perguruan tinggi yang diharapkan menjadi tumpuan masa depan bangsa dan Negara ini terkadang belum atau bahkan tidak disertai dengan dasar yang kokoh sebagai prasyarat penerbit “generasi penerus bangsa”, tawuran antar mahasiswa antar kampus masih banyak terjadi dan menjadi sorotan  tiap tahunnya, mirisnya lagi hampir tiap negarawan “kawakan” mampu dengan mudahnya mengatakan Negara ini perlu generasi muda yang berwawasan luas untuk meneruskan dan melestariakan hasil perjuangan para pendiri bangsa dengan meningkatkan ilmu dan pengetahuan dan teknologi. Senyatanya rasa cinta tanah air kian hari kian terkikis, hasil budaya satu per satu kian hilang “dipinjam” oleh Negara tetangga, pulau pulau yang sangat indah pun tak luput, warga Negara yang merantau teraniaya dan dengan susahnya mencari tempat berlindung, jatuhnya pesawat militer ataupun sipil yang memakan korban nyawa baik prajurit atau korban sipil ini hanyalah beberapa indikasi yang mensyaratkan bahwa bangsa ini mulai hilang rasa percaya diri akan karakter dan martabat bangsanya.
Dalam permainan pencaturan politik ada yang mulai aneh di negeri ini dan mulai dibiasakan atau secara halus dapat dikatakan sudah menjadi kebiasaan dikalangan elit politik, setiap partai politik dalam masa muda pada waktu lalu bahkan sampai saat ini dan entah kedepan, pengetahuan “matematika” dianggap sebagian besar kalangan terpelajar sebagai satu momok yang sebisanya dihindari bahkan dengan harapan dihilangkan saja pelajaran tentangnya, namun pemilu menjadi sorotan atau liputan yang sangat diperhitungkan yang menarik bagi partai politik.
Dimulai dari hitungan sederhana;  berapakah target suara dan kursi yang dapat diperoleh dari partai A, atau partai B, atau partai C!. Setelah duduk di kursi dewan; berapa kenaikan gaji dan tunjangan yang bisa diharapkan oleh masing-masing anggota dewan, dan berapakah santunan yang diberikan kepada partai pendukung, dan berapakah yang bisa “ditabung”.
Sedangkan yang tak “bernasib” untuk duduk di kursi dewan, maka stress dan bahkan bunuh diri adalah perkara yang dianggap lumrah, akibat hitung-hitungan modal dan “bunga” yang akan di dapat nantinya. Namun untuk yang berhasil hal ini akan berbanding terbalik dengan “PR Matematika” yang seharunya dikerjakan oleh anggota dewan yang harusnya menjadi jawaban bagi ujian mereka kepada para konstituennya, yakni; berapa harga termurah untuk setiap kebutuhan pokok yang dapat dijangkau oleh masing-masing konstituen mereka yang berlebel “rakyat miskin”, berapakah cadangan sumber daya alam yang ada untuk seribu tahun mendatang, berapa banyak pulaukah yang dapat dijadikan kawasan layak hunian bagi pentransmigrasian masyarakat, berapakah batas maksimal harga air bersih, berapa harikah dapat terlunaskan hutang-hutang Negara saat ini, berapa banyakkah oksigen-oksigen yang hilang dari runtuhnya pepohonan dalam hutan yang seharusnya dapat menyejukkan pernafasan, berapa lama lagikah lebel “rakyat miskin” berganti dengan kemakmuran rakyat.
Kenyataan telah menunjukkan, pola-pola kearifan budaya local yang didengungkan sebagai kekayaan bangsa kian tersingkir, tereliminasi oleh pola budaya luar, hanya dijadikan objek pariwisata yang semata bertujuan untuk meningkatkan devisa Negara. Wisatawan Negara lain cenderung dating dan mengamati dan menyaksikan, bahkan menelitinya, sementara bangsa kita sendiri cenderung mengikuti pola budaya mereka, seperti orang awam bilang “dunia sudah terbalik”. Kekayaan alam baik sumber daya alam maupun objek wisata alam digerus habis-habisan, budaya-budaya lokal dipertontonkan untuk menyambut wisatawan, namun tak pernah terpikir untuk melestariakannya dalam praktik ketatanegaraan.
Jika hendak disimpulkan, apakah pancasila kini sudah tidak lagi dipakai dalam melaksanakan fungsinya untuk memfilterisasi dan menegakkan kekokohan rumah tangga Negara. Atau hanya cukup sekedar di pajang di kantor-kantor pemerintahan, atau di dinding-dinding sekolahan yang akan dibersihkan jika sudah ada jarring-jaring laba-laba sampai bersarang disitu atau sesempatnya saja. Keterbelengguan ini akan tetap saja demikian bila tetap tidak diputuskan, bila sikap tidak mau tau menjadi pilihan untuk satu prinsip hidup bahwa, “bila pedang keadilan tidak lagi terasah, bila kedamaian terkesampingkan, bila kemerdekaan tidak lagi menjadi pilihan”.
Dengan bersikap acuh, maka sifat individualis kian menjadi dan yang sangat mencolok yang perlu dicermati saat ini adalah terletak pada sebagian atau pada tiap-tiap orang yang mulai mencari versi kedamaianya sendiri, kedamaian pribadi, namun tanpa sadar telah terjajah oleh keindividualisannya itu.
Banyak orang pintar yang ada di negeri ini, namun sedikit yang menciptakan peluang, banyak orang yang pingin mengabdi bagi negeri ini namun masih ada berapa banyakkah “patriot bangsa” dalam tiap bidang pengabdian yang diperankanya dengan prinsip “patah tumbuh hilang berganti”.
2.2 Teori-teori Paham Kekuasaan
Terdapat banyak pandangan yang terwujud dalam suatu teori dari banyak ahli mengenai bagaiman konsep operasional dapat diwujudkan untuk memperoleh ataupun mempertahankan kekuasaan suatu Negara. Menurut Machiavelli, kekuasaan suatu Negara dapat saja dicapai apabila dilakukan dengan menghalalkan segala cara untuk merebutnya. Cara utama yang harus dilakukan adalah dengan menerapkan politik pecah belah. Kemudian pihak yang kuat tentulah yang akan tetap bertahan. Sementara bagi Napoleon Bonaparte, kekuasaan suatu Negara dapat dicapai apabila didukung oleh militer yang kuat, logistik, dan ekonomi yang kuat serta didukung pula dengan penguasaan dibidang ilmu pengetahuan dan teknologi. Sedangkan kalau menurut Clausewitz, satu-satunya cara untuk memperoleh ataupun memperluas kekuasaan yakni dengan melakukan peperangan. Sedangkan bagi Feurbach dan Hagel, kekuasaan suatu  Negara dapat direbut kalau  didukung oleh surplus ekonomi Negara tersebut.
2.3 Teori-teori Geopolitik
Banyak batasan dan pengertian yang diberikan pada geopolitik. Dari berbagai definisi atau pengertian tersebut paling tidak terdapat kandungan empat unsure yang terpadu dalam satu pengertian, yaitu:
1. Geografi;
2. Politik;
3. Hubungan antara geografi dan politik;
4. Penggunaannya bagi kepentingan Negara dan bangsa.
Ratzel mengemukakan bahwa geopolitik merupakan kekuatan total suatu Negara untuk mewadahi pertumbuhan kondisi dan kedudukan geografinya. Jadi secara sederhana geopolitik td bisa didefinisikan sebagai, “ilmu yang mempelajari tentang potensi, yang dimiliki oleh suatu bangsa atas dasar jati dirinya dan merupakan kekuatan serta kemampuan untuk ketahanan nasional”.
Pengertian geopilitik secara lebih nyata barulah dapat terlihat dari penerapannya, yang ternyata mempunyai ruang lingkup yang luas sebagai lanjutan dari “geografi politik”. Sedangkan geografi politik sendiri mengandung pengertian sebagai ilmu yang mempelajari hubungan antara kekuatan politik serta geografi dengan tuntutan perkembangan atau pertumbuhan Negara. Dari pengertian ini dapat disimpulkan bahwa geopolitik adalah penerapan geografi politik ke dalam praktik politik Negara.
Teori-teori geopolitik terus berkembang sesuai dengan sejarah dan tingkat kemajuan manusia dan bangsa-bangsa. Secara garis besar maka teori-teori itu dapat dirangkum dan di kelompokkan ke dalam teori-teori dasa geopolitik yang meliputi:
2.4 Landasan Wawasan Nusantara
   
  Wasantara merupakan pengejawantahan falsafah Pancasila dan UUD 1945 dalam konsep kebangsaan. Kelengkapan dan keutuhan pelaksanaan wasantara akan terwujud dalam terselenggaranya ketahanan nasional Indonesia yang senantiasa harus ditingkatkan sesuai dengan kemanjuan zaman (modern—post modern). Ketahanan nasional itu akan dapat meningkat jika ada pembangunan yang meningkat dalam "koridor" Wasantara.
1.Landasan idiil: Pancasila
Pancasila telah diakui sebagai ideology dan dasar negara yang terumuskan dalam Pembukaan UUD 1945. Pada hakikatnya, Pancasila mencerminkan nilai keseimbangan, keserasian, keselarasan, persatuan dan kesatuan, kekeluargaan, kebersamaan dan kearifan dalam membina kehidupan nasional. Perpaduan nilai-nilai tersebut mampu mewadahi kebinekaan seluruh aspirasi bangsa Indonesia.
2.Landasan konstitusional : UUD 1945
UUD 1945 merupakan konstitusi dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Wujudnya antara lain dalam bentuk negara kesatuan serta penguasaan oleh negara atas bumi, air, dan dirgantara.

2.5  Unsur Dasar Konsepsi Wawasan Nusantara
Unsur dasar konsepsi wawasan nusantara terdiri dari wadah, isi, dan tata laku.
a.Wadah (contour)
Wadah kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara meliputi seluruh wilayah Indonesia yang memiliki sifat serba nusantara dengan kekayaan alam dan penduduk serta aneka ragam budaya ialah bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
b.Isi (content)
Isi adalah aspirasi bangsa yang berkembang di masyarakat dan cita-cita serta tujuan nasional yang terdapat dalam Pembukaan UUD 1945. Untuk mencapai aspirasi yang berkembang di masyarakat maupun cita-cita dan tujuan nasional seperti tersebut di atas, bangsa Indonesia harus mampu menciptakan persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan dalam kehidupan nasional. Isi menyangkut dua hal yang esensial, yaitu:
-   Realisasi aspirasi bangsa sebagai kesepakatan bersama serta pencapaian cita-cita dan tujuan nasional
-   Persatuan dan kesatuan dalam kebinekaan yang meliputi semua aspek kehidupan nasional.
c.Tata laku (conduct)
Tata laku merupakan hasil interaksi antara wadah da nisi, yang terdiri dari tata laku batiniah dan lahiriah. Tata laku batiniah mencerminkan jiwa, semangat, dan mentalitas yang baik dari bangsa Indonesia, sedangkan tata laku lahiriah tercermin dalam tindakan, perbuatan, dan perilaku dari bangsa Indonesia. Kedua hal tersebut akan mencerminkan identitas jati diri atau kepribadian bangsa Indonesia berdasarkan kekeluargaan dan kebersamaan yang memiliki rasa bangga dan cinta kepada bangsa dan tanah air sehingga menimbulkan nasionalisme yang tinggi dalam semua aspek kehidupan nasional.

2.6 Hakikat Wawasan Nusantara
Hakikat wawasan nusantara adalah keutuhan nusantara, dalam pengertian: cara pandang yang selalu utuh menyeluruh dalam lingkup nusantara demi kepentingan nasional. Hal tersebut berarti bahwa setiap warga bangsa dan aparatur negara harus berpikir, bersikap, dan bertindak secara utuh menyeluruh demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia. Demikian juga produk yang dihasilkan oleh lembaga negara harus dalam lingkup dan demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia, tanpa menghilangkan kepentingan lainnya, seperti kepentingan daerah, golongan, dan orang per orang.


BAB III
PENUTUP
 Kesimpulan
            Dari pembahasan di atas kita dapat menyimpulkan secara umum wawasan nusantara adalah keutuhan nusantara atau nasional, dalam pengertiannya yaitu cara pandang  secara menyeluruh dalam lingkup nusantara dan demi kepentingan nasional. Unsur – unsur yang terkandung dalam wawasan nusantara atau nasional suatu negara adalah terletak pada paham kekuasaan dan geopolitiknya. Paham kekuasaan sebagai pemikiran mengenai sejauh mana konsep operasional dapat diwujudkan dan dipertanggung jawabkan. Sedangkan untuk geopolitiknya yaitu mengenai potensi yang dimiliki oleh suatu bangsa atas dasar jati dirinya dan kemampuan ketahanan nasionalnya. Wawasan Nusantara berfungsi dan mampu memberikan pedoman, arah dan tuntunan bagi perjuangan untuk mencapai tujuan nasional.
DAFTAR PUSTAKA


Tidak ada komentar:

Posting Komentar