MAKALAH PENDIDIKAN
KEWARGANEGARAAN
Disusun Oleh :
Nama : Awal subekhi Wahyu Purnomo
NPM : 11414856
Kelas : 3ib05
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
Program Sarjana Teknik Electro
Universitas Gunadarma
2017
KATA PENGHANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang
telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan
makalah ini. Makalah ini di buat untuk membantu mahasiswa memahami materi Mata
Kuliah Umum Pendidikan Kewarganegaraan khususnya tentang wawasan
nusantara.
Penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna, oleh karena itu kritik dan saran yang membangun dari
semua pihak sangat di perlukan demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, penulis mohon maaf apabila
dalam makalah ini masih banyak kesalahan.Semoga makalah ini bermanfaat bagi
penulis sendiri dan bagi pembaca, serta menjadi pintu gerbang ilmu pengetahuan
khususnya Mata Kuliah Umum Pendidikan Kewarganegaraan.
Bekasi, Mei 2017
Penulis
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Dalam kehidupan berbangsa dan bernegara
keanekaragaman (pendapat, kepercayaan, hubungan, dsb) memerlukan suatu perekat
agar bangsa yang bersangkutan dapat bersatu guna memelihara keutuhan negaranya. Suatu bangsa dalam menyelenggarakan
kehidupannya tidak terlepas dari pengaruh lingkungannya, yang didasarkan atas
hubungan timbal balik atau kait-mengait antara filosofi bangsa, ideologi,
aspirasi, dan cita-cita yang dihadapkan pada kondisi sosial masyarakat, budaya
dan tradisi, keadaan alam dan wilayah serta pengalaman sejarah.Upaya pemerintah
dan rakyat menyelenggarakan kehidupannya, memerlukan suatu konsepsi yang berupa
Wawasan Nasional yang dimaksudkan untuk menjamin kelangsungan hidup, keutuhan
wilayah serta jati diri. Kata wawasan berasal dari bahasa Jawa yaitu wawas
(mawas) yang artinya melihat atau memandang, jadi kata wawasan dapat diartikan
cara pandang atau cara melihat. Kehidupan
negara senantiasa dipengaruhi perkembangan lingkungan strategik sehingga
wawasan harus mampu memberi inspirasi pada suatu bangsa dalam menghadapi
berbagai hambatan dan tantangan yang ditimbulkan dalam mengejar kejayaannya.
Dalam mewujudkan aspirasi dan perjuangan ada tiga faktor penentu utama yang harus diperhatikan oleh suatu bangsa :
1. Bumi/ruang dimana bangsa itu hidup
2. Jiwa, tekad dan semangat manusia/rakyat
3. Lingkungan
Dalam mewujudkan aspirasi dan perjuangan ada tiga faktor penentu utama yang harus diperhatikan oleh suatu bangsa :
1. Bumi/ruang dimana bangsa itu hidup
2. Jiwa, tekad dan semangat manusia/rakyat
3. Lingkungan
1.2 RUMUSAN MASALAH
1. Apa itu wawasan nasional.
2. Apa yang dimaksud teori-teori paham kekuasaan;
3. Apa yang dimaksud teori-teori geopolitik;
4. Bagaimana latar belakang pemikiran wawasan nasional
Indonesia;
5. Apa itu konsepsi Wawasan Nusantara;
6. Apa fungsi Wawasan Nusantara.
1.3 TUJUAN
1. Mengetahui pengertian wawasan nasional;
2. Menjelaskan teori-teori paham kekuasaan;
3. Menguraikan teori-teori geopolitik;
4. Memahami latar belakang pemikiran wawasan nasional
Indonesia;
5. Mengetahui konsepsi Wawasan Nusantara;
6. Memahami fungsi Wawasan Nusantara.
1.4 MANFAAT
1. Pembaca mampu mengerti tentang pengertian wawasan
nasional.
2. Pembaca menjadi tau apa saja teori-teori paham
kekuasaan.
3. Pembaca menjadi tahu tentang teori-teori
geopolitik.
4. Pembaca mampu memahami latar belakang pemikiran
wawasan nasional Indonesia.
5. Pembaca menjadi mengetahui konsepsi Wawasan
Nusantara.
6. Pembaca mampu memahami fungsi Wawasan Nusantara.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Wawasan Nasional
Kebenaran
tertinggi hanyalah yang berasal dari Causa Prima, yakni kebenaran yang berasal
dari Tuhan. Tuhan menciptakan manusia sebagai makhluk yang sempurna dan
sekaligus terbatas. Selain itu Tuhan menciptakan manusia dengan kemampuan yang
berbeda-beda. Dengan perbedaan kemampuan dan lingkunganya telah membuat cara
pandang yang berbeda-beda pula. Keberagaman dalam suatu Negara sangat
membutuhkan perekat. Perekat itu adalah berupa wawasan nasional.
Adapun
wawasan nasional itu sendiri merupakan cara pandang suatu bangsa tentang diri
dan lingkungannya dalam ekstensinya berhadapan dengan lingkungan nasional,
regional serta global. Adapun unsure-unsur yang terkandung dalam wawasan
nasional suatu Negara adalah terletak pada paham kekuasaan dan geopolitiknya.
Paham kekuasaan dapat diterjemahkan sebagai pemikiran mengenai sejauh mana
konsep operasional dapat diwujudkan dan dipertanggungjawabkan, sedangkan
geopolitik adalah geografi politik suatu Negara mengenai potensi yang dimiliki
oleh suatu bangsa atas dasar jati dirinya dan kemampuan ketahanan nasionalnya.
Sementara untuk wawasan nasional bangsa Indonesia adalah Wawasan Nusantara.
Pada masa
sekarang dengan tingkat teknologi yang semakin berkembang bahkan bisa dibilang
canggih, setiap orang yang memanfaatkan teknologi dapat dengan cepat memperluas
cakrawala pengetahuan demi menambah wawasanya tentang hampir setiap hal yang
ingin diketahuinya.
Semakin
hari segala yang ada, semakin menipiskan ozon, dan akan menimbulkan akibat yang
akan merugikan. Jarak sepertinya tidak lagi menjadi halangan untuk
berkomunikasi, dulu yang berjalan kaki atau naik pedati kini berganti dengan
naik jet pribadi, dulu mendengar siaran radio kini internet, dulu sibuk
mengantri di loket untuk membeli tiket kini cukup pesan di penjualan online,
yang bisa di pesan lewat internet atau gadget yang kita punyai, dulu udara
sejuk kini menghangat.
Fenomena
itu akan dirasakan terus sampai saat ini, setiap perkembangan yang pada
dasarnya berasal dari Negara maju kini dapat dinikmati oleh generasi muda-tua
bahkan anak-anak, namun hal yang perlu dicermati dalam bidang ini adalah bangsa
ini tetap tertinggal dengan kemajuan dan perkembangan dalam bidang ilmu
pengetahuan dan teknologi, sekalipun ada berita yang menyampaikan prestasi
generasi muda terkhusus di bidang olimpiade apapun dalam tingkatan
internasional tidak kalah dari Negara lainnya, namun hal ini tak kunjung pula
mengejar ketertinggalan kita di bidang iptek.
Akselerasi
positif yang dinanti dari perkembangan iptek, belum menuai hasil maksimal akan
kemanfaatannya, untuk bertamasya ke bulan saja ilmuan Indonesia belum sanggup,
sementara Negara maju terus dinikmati, bangsa Indonesia saat ini mungkin hanya
bisa mendengar dan menyaksikan lewat televise, dalam tataran praktis, mungkin
menunggu diterbitkanya buku-buku pengetahuan tentang kemajuan iptek tersebut,
sementara bangsa ini masih sibuk belajar membaca bahkan belum selesai, Negara
lain telah pula berencana mengorbitkan buku terbarunya ke Negara-negara
tertinggal atau biasa disebut dengan Negara berkembang.entah sampai kapan
Negara ini terus menghitung kecepatan yang dapat ditempuh untuk mengejar ketertinggalannya,
atau mungkinkah dijadikan pekerjaan rumah bagi generasi muda Indonesia saat
ini.
Akreditasi
terhadap nilai perguruan tinggi yang diharapkan menjadi tumpuan masa depan
bangsa dan Negara ini terkadang belum atau bahkan tidak disertai dengan dasar
yang kokoh sebagai prasyarat penerbit “generasi penerus bangsa”, tawuran antar
mahasiswa antar kampus masih banyak terjadi dan menjadi sorotan tiap
tahunnya, mirisnya lagi hampir tiap negarawan “kawakan” mampu dengan mudahnya
mengatakan Negara ini perlu generasi muda yang berwawasan luas untuk meneruskan
dan melestariakan hasil perjuangan para pendiri bangsa dengan meningkatkan ilmu
dan pengetahuan dan teknologi. Senyatanya rasa
cinta tanah air kian hari kian terkikis, hasil budaya satu per satu kian hilang
“dipinjam” oleh Negara tetangga, pulau pulau yang sangat indah pun tak luput,
warga Negara yang merantau teraniaya dan dengan susahnya mencari tempat
berlindung, jatuhnya pesawat militer ataupun sipil yang memakan korban nyawa
baik prajurit atau korban sipil ini hanyalah beberapa indikasi yang
mensyaratkan bahwa bangsa ini mulai hilang rasa percaya diri akan karakter dan
martabat bangsanya.
Dalam permainan pencaturan politik ada yang mulai aneh
di negeri ini dan mulai dibiasakan atau secara halus dapat dikatakan sudah
menjadi kebiasaan dikalangan elit politik, setiap partai politik dalam masa
muda pada waktu lalu bahkan sampai saat ini dan entah kedepan, pengetahuan
“matematika” dianggap sebagian besar kalangan terpelajar sebagai satu momok
yang sebisanya dihindari bahkan dengan harapan dihilangkan saja pelajaran
tentangnya, namun pemilu menjadi sorotan atau liputan yang sangat
diperhitungkan yang menarik bagi partai politik.
Dimulai dari hitungan sederhana; berapakah
target suara dan kursi yang dapat diperoleh dari partai A, atau partai B, atau
partai C!. Setelah duduk di kursi dewan; berapa kenaikan gaji dan tunjangan
yang bisa diharapkan oleh masing-masing anggota dewan, dan berapakah santunan
yang diberikan kepada partai pendukung, dan berapakah yang bisa “ditabung”.
Sedangkan yang tak “bernasib” untuk duduk di kursi
dewan, maka stress dan bahkan bunuh diri adalah perkara yang dianggap lumrah,
akibat hitung-hitungan modal dan “bunga” yang akan di dapat nantinya. Namun
untuk yang berhasil hal ini akan berbanding terbalik dengan “PR Matematika”
yang seharunya dikerjakan oleh anggota dewan yang harusnya menjadi jawaban bagi
ujian mereka kepada para konstituennya, yakni; berapa harga termurah untuk
setiap kebutuhan pokok yang dapat dijangkau oleh masing-masing konstituen
mereka yang berlebel “rakyat miskin”, berapakah cadangan sumber daya alam yang
ada untuk seribu tahun mendatang, berapa banyak pulaukah yang dapat dijadikan
kawasan layak hunian bagi pentransmigrasian masyarakat, berapakah batas maksimal
harga air bersih, berapa harikah dapat terlunaskan hutang-hutang Negara saat
ini, berapa banyakkah oksigen-oksigen yang hilang dari runtuhnya pepohonan
dalam hutan yang seharusnya dapat menyejukkan pernafasan, berapa lama lagikah
lebel “rakyat miskin” berganti dengan kemakmuran rakyat.
Kenyataan telah menunjukkan, pola-pola kearifan budaya
local yang didengungkan sebagai kekayaan bangsa kian tersingkir, tereliminasi
oleh pola budaya luar, hanya dijadikan objek pariwisata yang semata bertujuan
untuk meningkatkan devisa Negara. Wisatawan Negara lain cenderung dating dan
mengamati dan menyaksikan, bahkan menelitinya, sementara bangsa kita sendiri
cenderung mengikuti pola budaya mereka, seperti orang awam bilang “dunia sudah
terbalik”. Kekayaan alam baik sumber daya alam maupun objek wisata alam digerus
habis-habisan, budaya-budaya lokal dipertontonkan untuk menyambut wisatawan,
namun tak pernah terpikir untuk melestariakannya dalam praktik ketatanegaraan.
Jika hendak disimpulkan, apakah pancasila kini sudah tidak
lagi dipakai dalam melaksanakan fungsinya untuk memfilterisasi dan menegakkan
kekokohan rumah tangga Negara. Atau hanya cukup sekedar di pajang di
kantor-kantor pemerintahan, atau di dinding-dinding sekolahan yang akan
dibersihkan jika sudah ada jarring-jaring laba-laba sampai bersarang disitu
atau sesempatnya saja. Keterbelengguan ini akan tetap saja demikian bila tetap
tidak diputuskan, bila sikap tidak mau tau menjadi pilihan untuk satu prinsip
hidup bahwa, “bila pedang keadilan tidak lagi terasah, bila kedamaian
terkesampingkan, bila kemerdekaan tidak lagi menjadi pilihan”.
Dengan bersikap acuh, maka sifat individualis kian
menjadi dan yang sangat mencolok yang perlu dicermati saat ini adalah terletak
pada sebagian atau pada tiap-tiap orang yang mulai mencari versi kedamaianya
sendiri, kedamaian pribadi, namun tanpa sadar telah terjajah oleh
keindividualisannya itu.
Banyak orang pintar yang ada di negeri ini, namun
sedikit yang menciptakan peluang, banyak orang yang pingin mengabdi bagi negeri
ini namun masih ada berapa banyakkah “patriot bangsa” dalam tiap bidang
pengabdian yang diperankanya dengan prinsip “patah tumbuh hilang berganti”.
2.2 Teori-teori Paham Kekuasaan
Terdapat banyak pandangan yang terwujud dalam suatu
teori dari banyak ahli mengenai bagaiman konsep operasional dapat diwujudkan
untuk memperoleh ataupun mempertahankan kekuasaan suatu Negara. Menurut
Machiavelli, kekuasaan suatu Negara dapat saja dicapai apabila dilakukan dengan
menghalalkan segala cara untuk merebutnya. Cara utama yang harus dilakukan
adalah dengan menerapkan politik pecah belah. Kemudian pihak yang kuat tentulah
yang akan tetap bertahan. Sementara bagi Napoleon Bonaparte, kekuasaan suatu
Negara dapat dicapai apabila didukung oleh militer yang kuat, logistik, dan
ekonomi yang kuat serta didukung pula dengan penguasaan dibidang ilmu
pengetahuan dan teknologi. Sedangkan kalau menurut Clausewitz, satu-satunya
cara untuk memperoleh ataupun memperluas kekuasaan yakni dengan melakukan
peperangan. Sedangkan bagi Feurbach dan Hagel, kekuasaan suatu Negara
dapat direbut kalau didukung oleh surplus ekonomi Negara tersebut.
2.3 Teori-teori Geopolitik
Banyak batasan dan pengertian yang diberikan pada
geopolitik. Dari berbagai definisi atau pengertian tersebut paling tidak
terdapat kandungan empat unsure yang terpadu dalam satu pengertian, yaitu:
1. Geografi;
2. Politik;
3. Hubungan antara geografi dan politik;
4. Penggunaannya bagi kepentingan Negara dan bangsa.
Ratzel mengemukakan bahwa geopolitik merupakan
kekuatan total suatu Negara untuk mewadahi pertumbuhan kondisi dan kedudukan
geografinya. Jadi secara sederhana geopolitik td bisa didefinisikan sebagai, “ilmu
yang mempelajari tentang potensi, yang dimiliki oleh suatu bangsa atas dasar
jati dirinya dan merupakan kekuatan serta kemampuan untuk ketahanan nasional”.
Pengertian geopilitik secara lebih nyata barulah dapat
terlihat dari penerapannya, yang ternyata mempunyai ruang lingkup yang luas
sebagai lanjutan dari “geografi politik”. Sedangkan geografi politik sendiri
mengandung pengertian sebagai ilmu yang mempelajari hubungan antara kekuatan
politik serta geografi dengan tuntutan perkembangan atau pertumbuhan Negara.
Dari pengertian ini dapat disimpulkan bahwa geopolitik adalah penerapan
geografi politik ke dalam praktik politik Negara.
Teori-teori geopolitik terus berkembang sesuai dengan
sejarah dan tingkat kemajuan manusia dan bangsa-bangsa. Secara garis besar maka
teori-teori itu dapat dirangkum dan di kelompokkan ke dalam teori-teori dasa
geopolitik yang meliputi:
2.4 Landasan Wawasan Nusantara
Wasantara merupakan pengejawantahan falsafah Pancasila dan UUD 1945
dalam konsep kebangsaan. Kelengkapan dan keutuhan pelaksanaan wasantara akan
terwujud dalam terselenggaranya ketahanan nasional Indonesia yang senantiasa
harus ditingkatkan sesuai dengan kemanjuan zaman (modern—post modern).
Ketahanan nasional itu akan dapat meningkat jika ada pembangunan yang meningkat
dalam "koridor" Wasantara.
1.Landasan idiil: Pancasila
Pancasila telah diakui sebagai ideology
dan dasar negara yang terumuskan dalam Pembukaan UUD 1945. Pada hakikatnya,
Pancasila mencerminkan nilai keseimbangan, keserasian, keselarasan, persatuan
dan kesatuan, kekeluargaan, kebersamaan dan kearifan dalam membina kehidupan
nasional. Perpaduan nilai-nilai tersebut mampu mewadahi kebinekaan seluruh
aspirasi bangsa Indonesia.
2.Landasan konstitusional : UUD 1945
UUD 1945 merupakan konstitusi dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Wujudnya antara lain dalam
bentuk negara kesatuan serta penguasaan oleh negara atas bumi, air, dan
dirgantara.
2.5 Unsur Dasar Konsepsi
Wawasan Nusantara
Unsur dasar konsepsi wawasan nusantara
terdiri dari wadah, isi, dan tata laku.
a.Wadah (contour)
Wadah kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara meliputi seluruh wilayah Indonesia yang memiliki sifat
serba nusantara dengan kekayaan alam dan penduduk serta aneka ragam budaya
ialah bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia.
b.Isi (content)
Isi adalah aspirasi bangsa yang
berkembang di masyarakat dan cita-cita serta tujuan nasional yang terdapat
dalam Pembukaan UUD 1945. Untuk mencapai aspirasi yang berkembang di masyarakat
maupun cita-cita dan tujuan nasional seperti tersebut di atas, bangsa Indonesia
harus mampu menciptakan persatuan dan kesatuan dalam kebhinekaan dalam
kehidupan nasional. Isi menyangkut dua hal yang esensial, yaitu:
- Realisasi aspirasi
bangsa sebagai kesepakatan bersama serta pencapaian cita-cita dan tujuan
nasional
- Persatuan dan
kesatuan dalam kebinekaan yang meliputi semua aspek kehidupan nasional.
c.Tata laku (conduct)
Tata laku merupakan hasil interaksi
antara wadah da nisi, yang terdiri dari tata laku batiniah dan lahiriah. Tata
laku batiniah mencerminkan jiwa, semangat, dan mentalitas yang baik dari bangsa
Indonesia, sedangkan tata laku lahiriah tercermin dalam tindakan, perbuatan,
dan perilaku dari bangsa Indonesia. Kedua hal tersebut akan mencerminkan
identitas jati diri atau kepribadian bangsa Indonesia berdasarkan kekeluargaan
dan kebersamaan yang memiliki rasa bangga dan cinta kepada bangsa dan tanah air
sehingga menimbulkan nasionalisme yang tinggi dalam semua aspek kehidupan
nasional.
2.6 Hakikat Wawasan Nusantara
Hakikat wawasan nusantara adalah
keutuhan nusantara, dalam pengertian: cara pandang yang selalu utuh menyeluruh
dalam lingkup nusantara demi kepentingan nasional. Hal tersebut berarti bahwa
setiap warga bangsa dan aparatur negara harus berpikir, bersikap, dan bertindak
secara utuh menyeluruh demi kepentingan bangsa dan negara Indonesia. Demikian
juga produk yang dihasilkan oleh lembaga negara harus dalam lingkup dan demi
kepentingan bangsa dan negara Indonesia, tanpa menghilangkan kepentingan
lainnya, seperti kepentingan daerah, golongan, dan orang per orang.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas kita dapat menyimpulkan secara umum wawasan nusantara
adalah keutuhan nusantara atau nasional, dalam pengertiannya yaitu cara
pandang secara menyeluruh dalam lingkup nusantara dan demi kepentingan
nasional. Unsur – unsur yang terkandung dalam wawasan nusantara atau nasional
suatu negara adalah terletak pada paham kekuasaan dan geopolitiknya. Paham
kekuasaan sebagai pemikiran mengenai sejauh mana konsep operasional dapat
diwujudkan dan dipertanggung jawabkan. Sedangkan untuk geopolitiknya yaitu
mengenai potensi yang dimiliki oleh suatu bangsa atas dasar jati dirinya dan
kemampuan ketahanan nasionalnya. Wawasan Nusantara berfungsi dan mampu
memberikan pedoman, arah dan tuntunan bagi perjuangan untuk mencapai tujuan
nasional.
DAFTAR PUSTAKA
Tidak ada komentar:
Posting Komentar